Spesialisasi di Industri Web (Indonesia)

Membuat website itu sendiri paling basicnya, sudah butuh beberapa teknologi, sebut saja :

  • Web server (Apache/Nginx/Tornado, dll)
  • Database server (MySQL/CouchDB/MongoDB, dll)
  • Server side programming (PHP/Python/Ruby, dll)
  • HTML

Jadi.., untuk bisa bikin satu web utuh, anda harus memahami 4 jenis teknologi itu. *Eh, ini konteksnya menggunakan tool – tool yang open ya.., bukan pake tool2 enterprise ala Visual Studio, dkk itu.. Agak beda sepertinya, CMIIW.

Nah, dulu.., kalau bisa ke-empat hal ini sudah bagus. Tapi makin lama tuntutannya bertambah. Jadi seperti ini :

  • OS (biasanya Linux, karena biasanya Apache, Nginx, Tornado dkk itu jalannya emang untuk di *NIX platform)
  • Web Server
  • Database Server
  • Server Side Programming
  • HTML
  • CSS & JavaScript

Lalu berkembang lagi jadi begini :

  • OS (ini bisa install OS, konfigurasi OS + install (compile) software + konfigurasi lho ya..)
  • Web Server
  • Database Server
  • Server Side Programming + Framework (CodeIgniter/Django/Pylons, dll)
  • HTML
  • CSS & JavaScript + JavaScript Framework (JQuery/Mootools, dll)
  • API (Facebook/Twitter, dll)

T : Beuhh.. banyak aje om?? Segitu yang harus dikuasai baru bisa jadi web progremer?

J : Ho oh..

T : Berarti rate web-developer makin lama makin tinggi dong ya? Kan spec nya makin rame aja tuh.. Continue reading “Spesialisasi di Industri Web (Indonesia)”

Mengapa Terjun ke Bisnis Online (Website) ?

Saya batasi dulu, yang saya maksud bisnis online (website) dalam tulisan ini : Bisnis yang pemasukan utamanya adalah dari online (misal : dari iklan di webnya, membership berbayar, dsb). Jadi yang bisnisnya utamanya adalah jualan produk dan online-nya “cuma” jadi tempat promosi saja dan transaksi tetap offline bukanlah yang saya maksud. Untuk yang berjualan di online (e-commerce, tiket, jasa reservasi, dll) juga bukan yang saya maksud. Kalau contoh riilnya, bisnis online yang saya maksud : Detik.com, Kaskus.us, KapanLagi.com, Koprol.com, Flickr.com, YouTube.com, Twitter.com, Facebook.com, Pinboard.in.

Nasihat

Oke, lanjut.. Nah jadi, sejak sekitar 5 tahun lalu, saya sering mengamati dunia bisnis online baik lokal maupun luar (tulisan2 jaman itu masih ada di blog ini). Beberapa “sabda” yang dari jaman itu hingga sekarang selalu saya dengar adalah : “Jangan ragu – ragu masuk ke bisnis online di Indonesia… Marketnya sangat besar.., potensi bisnisnya juga sangat besar.. bla..bla..”. (1)

Kemudian biasanya diikuti dengan nasihat : “Inget, bisnis online itu tidak melulu sumber pendapatannya dari iklan, masih banyak model bisnis lainnya, misal : layanan berbayar (seperti 37signals.com), konten premium (seperti DetikPortal.com), and the bla.. and the bla..” (2)

Anehnya, paradoks dengan nasihat di atas, pihak – pihak yang sama (luar negri maupun lokal) juga mempopulerkan ini : “Budget beriklan di online itu sekarang naiknya pesat sekali.., sudah naik jadi _sekian_ persen.” Atau yang seperti ini : “Ada sekian Milliar rupiah budget iklan dari perusahaan – perusahaan di Indonesia dan tiap tahun makin besar nilainya. Hampir semuanya masuknya kesitu – situ juga (portal berita), jadi peluang nya masih besar..” (3)

Skeptis

Teman – teman saya mungkin menganggap saya selalu pesimis soal dunia bisnis online Indonesia. Tapi, saya sendiri sebenarnya merasa saya mengambil sikap skeptis, tapi tetap optimis. Nah berhubungan dengan 3 poin di atas, ini yang mau saya bahas :

(1) Iya.. benar.. marketnya besar.. ada 30-40jt-an pengguna internet di Indonesia (di tahun 2006 dulu diperkirakan baru ada 18jt). Untuk poin ini saya setuju.

(2) Nah untuk poin ini saya masih skeptis. Saya jaman dulu sempat memegang teguh nasihat (2), sehingga sebegitu bencinya saya dengan banner-ads. Seperti di film The Social Network itu, mereka juga anti banget dengan banner ads toh.. (waktu nasihat itu saya dengar, Friendster masih jadi raja soc. network). Tapi nyatanya memang sumber pemasukan paling real itu ya iklan (ads), entah apapun itu bentuknya : tulisan berbayar, banner image, teks, contextual text, link dsb.  (Facebook pun sekarang memasang ads toh… Twitter juga menampilkan ads (dalam bentuk promoted hashtag)).

Iya saya tahu.. kalau efektifitas banner ads itu (katanya) cuma sekitar 2,8%, tapi itu bukankah kalau usernya nggak targeted?  Kalau ngiklan obat diabetes di situs komunitas penderita diabetes lebih efektif dong harusnya ya.. Toh.. situs e-commerce juga (katanya) tingkat konversinya juga paling pol cuma 2%.. bahkan untuk yang sekelas Bhinneka.com yang sudah dipercaya.

Pertimbangan lainnya, situs yang secara trafik memang luar biasa : Detik.com, Kaskus.us, KapanLagi.com, LintasBerita.com dll, sumber pemasukannya dari iklan juga bukan? Kompas.com (yang dibackup group sebesar Kompas Gramedia) pun 70% pemasukannya disumbang oleh halaman depannya (saya lupa baca soal ini dimana), yang berarti 70% nya itu sudah pasti ads (atau saya yang salah tangkap?). Continue reading “Mengapa Terjun ke Bisnis Online (Website) ?”

Former X Engineers Build Bla Bla..

Di luar negri Kalau contoh aslinya jadinya seperti ini : Former Facebook Engineer Build Quora.com Former GMail Engineer Build FriendFeed.com Former Google engineer Build Cuil.com Former PayPal engineer Build YouTube.com dst.. Jadi, engineer dari satu web-startup yang sudah sukses keluar dan membuat startup baru lagi. Terus berulang. Dan banyak juga yang sukses, atau setidaknya sempat … Continue reading Former X Engineers Build Bla Bla..

Alay, Orang Kantoran, dan Keluarga 2.0

Rumah Raminten

Di awal tahun 2011 lalu, saya jalan – jalan ke Jogja, kemudian menyempatkan diri tengah malam untuk nongkrong di Rumah Raminten (sebuah tempat nongkrong (minum – minum) yang menu utamanya agak unik : Jamu  -setidaknya itu yang saya tangkap). Duduk di lantai dasar, di sebrang saya ada meja besar yang memang diperuntukkan buat mereka yang mau nongkrong rame – rame.

Sekitar setengah jam kemudian, datang sebuah rombongan anak muda (alay?), dengan dandanan khas : bawa kamera DSLR, Blackberry, celana pensil, kawat gigi, kacamata frame besar, dst. Mereka duduk di satu meja. “Seru nih kayaknya..”, begitu ujar saya dalam hati. Kebayang mereka bakal cekikikan rame – rame sampai pagi. (ya kalau waktu saya kuliah dulu sih kaya gitu, nongkrong di angkringan atau burjo, cekikikan sampe perut mules, berhenti kalau yang jual angkringan mau pulang.. ).

Dan.. yang terjadi adalah.. 5 menit pertama mereka memang heboh, karena baru akan memesan makananan dan minuman. Setelah pelayan pergi untuk menyiapkan pesanan mereka.., satu per satu mulai mengeluarkan Blackberry masing – masing. Yap.., bisa ditebak, masing- masing akhirnya sibuk BBM-an.., Facebook-an, Twitter-an..  Dan ada dua orang yang akhirnya mungkin bosan, kemudian tertidur.

WTF..! Tidak kurang ada 8 orang jumlah mereka. Jauh – jauh dari rumah / kost- kostan ke situ, dan sampai disitu agendanya adalah : Blackberry-an bareng, sampai 3 jam..!!

Sejak itu saya memperhatikan rombongan – rombongan yang lain, baik di tempat ini maupun di tempat lain (kantin kantor, mall, food-court dll). Banyak ternyata yang begitu.

Orang Kantoran

Saya pikir itu hanya terjadi di kalangan anak – anak muda yang memang generasinya agak berbeda kulturnya (*ehm.. berasa tua..). Tapi.. ahh.., ternyata enggak juga tuh. Berapa orang dari kalian yang kerja kantoran dan pernah makan siang bareng (misal bertiga atau berempat), tetapi selama makan siang masing – masing sibuk dengan gadget masing – masing? Begitu makanan habis pun, hanya sesekali ngobrol. Kalaupun ngobrol topiknya : “Eh.. tadi gue baca di Twitter…… ” atau “Hahaha.. ini lho, temen gue status Facebook-nya..”,  atau kadang “Udah nyobain game ini belum?..” dst. Dan sekarang dengan ramainya Galaxy Tab, iPad, dll.. Makin banyak lagi variasinya..

Salah Anda

Pernah mengalami seperti ini ? : Lawan bicara anda seolah – olah mendengarkan, Continue reading “Alay, Orang Kantoran, dan Keluarga 2.0”