Category: Umum

Algoritma Go-Jek yang Terbalik

Kemarin malam saya berada di Ratu Plaza, daerah Senayan. Saya hendak ke suatu tempat di daerah Cidodol. Karena males kena macet, saya pesan lah Go-Jek. Setelah pesan saya tidak perhatikan lagi aplikasinya. Sibuk mengunyah makanan.

Tak lama saya mendapatkan panggilan telpon. Ternyata pengemudi Go-Jek. Saya belum cek lagi aplikasinya. Dia bilang paling lama 10 menit baru nyampe. Saya menduga dia di sekitar Senayan, tapi terjebak macet. Ya sudahlah.

5 menit kemudian, baru saya cek aplikasinya. Posisi si pengemudi di daerah Cidodol. Lah?? Itu tujuan saya toh. Saya mau batalkan kok kasihan juga dia sudah datang jauh-jauh.

Lebih dari 15 menit, pengemudi Go-Jek nya baru sampai. Dan dia mengkonfirmasi, benar dia tadi Cidodol. Duh.

Saya enggak ngerti logika aplikasi di Go-Jek ini. Seringkali saya melihat di depan mata saya paling tidak ada 10 orang pengemudi Go-Jek yang sibuk memperhatikan ponselnya, siap menunggu orderan. Tetapi ketika saya memesan jasa Go-Jek, yang mendapatkan pesanan malah berjarak 2 km dari lokasi saya.

Inilah sebabnya terkadang saya terpaksa membatalkan pesanan saya, dan coba pesan lagi. Apesnya, jika membatalkan pesanan sampai 5x dalam sehari, akun kita akan dibekukan sementara. Dan ini tanpa pemberitahuan. Saya sendiri pernah mengalami. Karena komplain via telponlah saya baru tahu penyebabnya.

Gak ngerti deh gimana sebenarnya algoritma yang digunakan Go-Jek. Semoga pengemudi UberMotor cepat bertambah banyak. Saya (dan mungkin banyak orang lainnya) butuh alternatif.

*Kenapa gak pakai GrabBike? Karena GrabBike harus dibayar tunai langsung. Saya malas berhadapan dengan “modus tidak ada kembalian”. Sekali dua kali tidak apa-apa, kalau berpuluh kali ya nyesek juga.

Hati-Hati ROM “Palsu” Xiaomi Redmi Note 3

Sewaktu saya membeli Xiaomi Redmi Note 3, importir besar seperti Era Jaya belum menjual produk ini. Jadi yang saya beli di pusat perbelanjaan itu barang palsu? Ya.., enggak juga. Kalau kata orang-orang ini masih “versi distributor”, bukan yang garansi resmi dari Xiaomi. Walaupun kalau kita nanya di toko-toko yang menjual produk dari “distributor” ini, pasti dibilang “Ini resmi kok. Ada service center resminya.”

Waktu itu saya beli Redmi Note 3 yang RAM 2GB. Prosesornya Mediatek ya, bukan yang Qualcomm. Karena ternyata ada 2 jenis. Beda prosesor.

Salah satu yang membuat saya agak curiga dengan ponsel ini adalah beberapa aplikasinya tidak bisa berjalan. Misalnya fitur Themes, fitur Fonts, dll. Pokoknya yang butuh koneksi dengan Xiaomi lah. Selain itu cek updatenya juga gagal.

Kalau tidak salah versi ROM yang saya pakai waktu itu (kalau tidak salah) 7.2.16. Saya lihat di webnya MIUI, versi terbaru ROM nya adalah 7.2.30. Saya bingung kenapa saya coba update dengan aplikasi bawaannya Updater, kok gagal?

Akhirnya saya download saya file ROM-nya. Lumayan gede, sekitar 800-an MB. Lalu saya coba install dari menu Updater dengan menggunakan “Choose Package”. Tapi ROM nya tidak dikenali, gagal juga. Selalu keluar error “Can’t verify update“. Mencurigakan.

Baru setelah itu saya baca-baca di forum MIUI, ternyata ada beberapa laporan yang bilang kalau ROM versi 7.2.16 itu masih versi abal-abal dari distributor, bukan resmi dari Xiaomi. Ooo.., sepertinya ini yang membuat banyak fitur yang saya coba gunakan gagal.

Akhirnya saya instal ROM versi resmi dari MIUI nya. Caranya agak ribet sih. Apalagi saya tidak memiliki komputer dengan sistem operasi minimal Windows 7. Kalau pakai Mac OS? Hmmm… Lupain deh.

Menggunakan laptop seorang teman, akhirnya saya berhasil melakukan “flash” ulang ROM Redmi Note 3 saya dengan versi resmi dari Xiaomi. Versinya 7.2.3.0.

Tampaknya memang ROM sebelumnya memang abal-abal. Setelah menggunakan ROM resmi ini, saya merasa keseluruhan aplikasi dan fitur di ponsel saya menjadi lebih “smooth”. Entahlah, kalau cuma persepsi aja ya. Yang jelas fitur Theme, Font, Updater, dll di sini sudah berjalan normal. Apalagi belakangan saya pun bisa upgrade lagi ke ROM terbaru dari Xiaomi, versi 7.2.5.0 secara OTA (Over the Air).

Kalian gimana? Pake Redmi Note 3 yang versi ROM abal-abal, atau sudah yang resmi dari MIUI?

Yahoo Once Upon a Time

Nemu poster ini dari tumpukan arsip berkas. Ini kalau tidak salah dari Yahoo OpenHack di Jakarta tahun 2009.

Berapa banyak dari services ini yang masih hidup ya?

image

Mampu Bayar Pun Belum Tentu Bisa Konsultasi dengan Dokter Terkenal

[Foto: aeu04117 | flickr.com]

Suatu waktu saya pernah diberi saran yang bertolak belakang dari dua dokter spesialis di sebuah rumah sakit terkenal di daerah Jakarta Selatan. Anehnya, kedua dokter ini ruangannya hanya bersebelahan. Dokter yang pertama langsung suruh operasi, lengkap dengan penjelasan biaya-biaya dan opsi paket yang tersedia. Sementara dokter yang kedua bilang tidak apa- apa, rileks aja. Bahkan cuma dikasih obat beberapa butir saja.

Tentu saja saya tidak datang ke kedua dokter itu secara bersamaan. Saya datang ke dokter kedua untuk mencari pendapat kedua (second opinion) setelah dokter pertama tanpa blabliblu dengan super excited bilang mau memberikan tindakan operasi. Read More

Teknologi di Indonesia di Mata Ahli Ekonomi

[Foto: superamit | flickr.com]

Mungkin kalian juga sudah baca tulisan Rhenald Kasali tentang “Sharing Economy”? Tulisan ini diforward dari milis ke milis, Facebook, group WhatsApp, dll. Cukup menggugah. Karena memang di tahun 2014 pun, ulasan Wired* tentang “Sharing Economy” juga cukup menggugah.

*Tulisan Wired itu menekankan bahwa Sharing Economy itu maju karena dasarnya adalah rasa saling percaya (trust). Tapi kemudian dibantah oleh NY Magz, yang menyatakan sebenarnya dasarnya adalah terdesak kebutuhan ekonomi. It’s all about money, not trust.

Read More

Habis Reset Android atau Ganti Ponsel Baru, Begini Cara Mindahin WhatsApp-nya

[Foto: santaolalla | flickr.com]

Setelah reset Android atau ganti ke ponsel Android baru, biasanya pasti mulai install-install lagi kan? Umumnya salah aplikasi yang wajib di-instal itu WhatsApp. Tapi seringkali, habis install terus baru inget, laah.. kemana percakapan (chat) yang kemarin ya? Kok jadi kosong semua gini. Padahal kadangkala ada saja beberapa pesan penting di dalamnya yang masih kita perlukan. Entah itu pesan teks, gambar ataupun video.

Backup WhatsApp ke Google Drive? Bisa sih.. Tapi kalau isinya udah banyak (video, gambar, teks) dan udah lama, besarnya bisa ratusan MB. Lumayan kan kalau harus ngupload segitu langsung dari ponsel ke internet?

Sebenarnya masih ada cara lainnya, dan ini gak perlu lewat internet, yang penting prasyarat 3 ini ada semua:

  1. Ponselnya (iya lah ya..)
  2. Kabel data
  3. Komputer (bisa Windows, Mac, ataupun Linux)

Caranya?

Singkatnya.

  1. Backup Chat di WhatsApp, hapus file yang tidak perlu, folder WhatsApp nya di-zip, terus pindahin ke komputer.
  2. File zip dari folder WhatsApp tadi di copy balik ke ponsel baru ataupun di ponsel yang baru di-reset tadi. Ekstrak. Pastikan struktur foldernya benar (PhoneStorage – WhatsApp – file2 lainnya), bukan seperti ini : PhoneStorage – WhatsApp – WhatsApp – file2 lainnya.
  3. Install WhatsApp. Nanti file backup ini akan dikenali otomatis.
  4. Restore.
  5. Kelar deh.

Kurang detail? Nyoh, baca aja di Labana.ID.

Xiaomi Redmi Note 3 – Tidak Perlu Earphone atau Headset untuk Mendengarkan Radio FM

Beberapa alasan sederhana membuat saya pindah dari Asus Zenfone 2 ke Xiaomi Redmi Note 3. Tentunya alasan selain 7x bolak-balik ke service center Asus sih.

Belakangan saya menemukan alasan lain kenapa saya menyukai ponsel ini. Ternyata tak saya tidak perlu mencolokkan headset/earphone ke ponsel ini untuk mendengarkan radio FM. (Bukan radio internet loh ya). Bukan fitur penting sih, tapi kadangkala saya ada di situasi di mana headset, earphone ataupun colokan speaker dengan jack 3.5mm susah dijangkau. Di saat seperti ini fitur ini sangat berguna.

Saya tidak tahu kalau fitur ini ada atau tidak di ponsel lain, tetapi pengalaman saya beberapa kali menggunakan Android, baru kali ini yang nemu begini. Bahkan di masa-masa jaya Nokia, semua yang saya temui harus menggunakan headset baru bisa dengerin radio FM nya.

Cuma emang tampilannya super polos gitu sih aplikasinya. Aselik.

Pengemudi Uber Ini Ternyata Ayah dari Siti Saniyah (Kontestan The Voice Indonesia)

Hari ini Taksi BlueBird gratis 24 jam. Tapi tadi di Kuningan saya sulit sekali menemukan taksi yang kosong. Akhirnya kembali lagi naik Uber, tak sampai 5 menit sudah dijemput.

Singkat cerita. Setelah ngobrol soal heboh demo pengemudi taksi kemarin, tiba-tiba si pengemudi (namanya Pak Medi) loncat ke topik lain.

Pak Medi (PM): Suka nonton The Voice, Pak?

Saya: Nonton awal-awal doang sih, Pak. Di YouTube. Saya inget ada tuh yang nyanyi-nyanyi seru sama Agnez Mo pas audisi.

PM: Nah, anak saya lolos tuh, Pak. (Ujarnya dengan bangga)

Saya: Hah?! Serius, Pak? Siapa namanya? Read More

Google Keep – Aplikasi Pencatat Sederhana Terbaik di Android

Selama beberapa tahun, saya menyimpan catatan-catatan pendek di ponsel Android saya di dalam sebuah file text. Setiap ada yang mau dicatat, diubah atau dilihat, saya membuka file itu dengan aplikasi teks editor. Ketika saya berganti ponsel, atau me-reset ponsel saya, file text ini saya pindahkan terlebih dahulu ke komputer, lalu saya transfer balik. Terus begitu.

Saya tahu ada aplikasi Evernote dan lain-lainnya yang bisa digunakan untuk fungsi ini. Canggih-canggih pula. Auto-sync ke cloud, bisa dibuka di mana saja. Sayangnya justru dari beberapa aplikasi yang saya coba, kebanyakan malah overkill. Kebanyakan fitur.

Sampai akhirnya suatu hari saya upgrade sistem operasi di Nexus 4 saya. Setelah restart, muncul aplikasi baru di Android saya. Google Keep. Saya buka, dalam hitungan detik saya langsung bisa menebak ini adalah aplikasi pencatat. Saya coba sedikit. Lalu saya tinggalkan. Entah mengapa saya masih tidak percaya dengan penyimpanan cloud, auto-sync, bla..bla..bla nya.

Sampai akhirnya saya pernah eksperimen mengganti ROM Nexus 4 saya ke MIUI. Dan apesnya, saya lupa membackup file catatan saya tadi itu. Hilanglah sudah. Di desktop saya backup terakhir adalah 3 bulan sebelumnya.

Dan sejak saat itu saya tobat, dan menggunakan Google Keep. Dan setelah rutin menggunakan saya baru sadar begonya saya, kenapa gak dari dulu pakai aplikasi ini. Karena fungsinya persis seperti yang saya butuhkan.

[Sumber: Google Play]

Di Google Keep hal-hal yang membuat saya betah:

  • Antarmuka nya sederhana dan gampang dipahami. Mau dipakai dengan sederhana (cuma nyatet teks), bisa banget gak keganggu. Tapi mau dipake ribet (ganti background warna, set reminder, kasih label, title, dll) juga bisa.
  • Karena dari Google, jadi gak usah khawatir lah dengan potensi server down, data hilang, dll.
  • Aplikasinya ringan dan ringkas.
  • Ada versi webnya: keep.google.com. Dan di web pun bisa digunakan seperti di aplikasinya langsung.
  • Bisa di-share (saya menggunakan akun Google yang berbeda untuk Android dan GMail)

Tips:

Saya sering menggunakan Google Keep ini untuk copy-paste teks dari ponsel Android saya ke desktop dan sebaliknya. Gampang sekali, copy teks yang anda mau (entah itu URL, tulisan, dll), paste di Google Keep. Langsung tersedia deh di ponsel maupun di website (desktop).

Oh iya, tidak semua ponsel Android menyertakan Google Keep secara default. Kalau anda memerlukan aplikasi seperti ini, jangan lupa install dulu dari Play Store.

7 Kali ke Service Center Asus, Akhirnya Berganti ke Xiaomi

[Foto: cheshireeastcouncil | flickr.com]

Saya sempat pakai Asus Zenfone 2 (yang RAM 4GB, memori 32 GB). Saya cukup puas dengan ponsel ini. Selain harganya tergolong lumayan (saya beli gak sampai 4 juta rupiah), spesifikasinya juga mumpuni. Layar lega tapi gak gede-gede amat, performa dan baterai pun menunjang. Puas lah.

Singkatnya, ponsel saya ini jatuh, dan layarnya retak parah. Jadi saya harus ke service center untuk mengganti layarnya.

Ke Service Center – I

Hari Sabtu (kalau gak salah ini di Agustus 2015), saya ke service centre Asus di STC Senayan (sebelahan sama Mall Plasa Senayan). Ternyata Sabtu mereka cuma buka dari jam 10 sampai jam 1 siang. Saya sih datangnya sekitar jam 12 siang. Masalahnya, kita harus ambil nomor antrian dulu, dan jumlah antriannya dibatasi, kalau gak salah cuma 30 orang deh. Kecuali nanti pas semua nomor antrian kelar dipanggil, tapi masih belum jam tutup, mungkin masih bisa dilayani. Sewaktu saya datang, semua nomor antrian sudah habis.

Ke Service Center – II

Sabtu minggu depannya saya datang lagi sekitar jam 10 lebih 15. Lah, nomor antriannya kok sudah habis lagi? Dengar cerita dari orang-orang, ternyata nomor antriannya itu diletakkan di luar dari Jumat malam. Jadi orang-orang sudah pada ambil dari Jumat malam sebelumnya. Selain itu ada yang ngaku dia masih bisa dapat pagi itu karena dikasih nomor antrian dari satpam, tentunya dengan “imbalan seikhlasnya.” Entahlah ini beneran atau cerita-cerita mereka saja. Read More

Yang Wajib Dilakukan Ketika Mengganti Alamat Email

[Foto: dskley | flickr.com]

Ada 2 media komunikasi jaman sekarang ini yang punya pengaruh besar ketika berganti. Setidaknya menurut saya, yaitu: Nomor Ponsel dan Alamat Email. Saya kebetulan baru melakukan yang terakhir ini.

Jadi apa saja yang perlu dilakukan ketika kita mengganti alamat email?

  1. Bikin email baru (pastinya ya). Untuk kasus saya, saya pakai GMail.
  2. Import semua isi inbox email lama ke email baru. Ini terlihat sederhana tapi sebenarnya agak rumit. Nanti saya ceritakan di bawah.
  3. Di email lama, jangan lupa nyalakan fitur forwarding message. Jadi setiap ada email baru yang masuk ke email lama, otomatis dikirimkan juga ke email baru kita. Caranya? Cari aja di bagian setting, terus googling sendiri ya. He..
  4. Di email lama nyalakan fitur Auto-Reply. Isinya? Intinya ngasih tahu kalau kita sudah ganti ke alamat email yang baru. Jadi jika suatu saat ada orang yang masih mengirimkan email ke alamat email yang lama, dia tahu alamat email kita sudah ganti.
  5. Update semua akun yang menggunakan alamat email lama kita. Beberapa prosesnya tidak semudah yang saya kira. Nanti saya ceritakan juga di bawah.

*Yang paling penting sih sebenarnya poin no 3 dan 4.

Lalu bagaimana jika ternyata alamat email kita yang lama sudah tidak bisa diakses ketika mau ganti ke alamat email yang baru? Ya apes sih. Mau gimana lagi. Berdoa yang banyak aja.

Import Email Lama ke Email Baru

Email saya yang lama sebenarnya di Google juga, cuma menggunakan custom domain. Dan email saya yang baru adalah email GMail generic. Tapi ternyata mengimpor email sesama Google ini tidak semudah yang saya duga. Ini beberapa opsinya:

  1. Download semua email lama saya via Outlook, Thunderbird, atau aplikasi mail clientnya. Terus upload lagi ke email baru. (Googling aja tutorialnya). Tapi ini gak mungkin buat saya. Gila, itu isi email berapa tahun. Besarnya udah belasan GB. Padahal internet saya cuma modal TelkomselFlash. Ok, skip.
  2. Di GMail saya yang baru, saya setup import POP Mail account dari akun email lama saya. Kelihatannya ini paling gampang. Toh sesama Google, pasti cepat harusnya. Kenyataanya? Enggak. Proses import nya berhenti di sekitar email saya tahun 2011. Entah kenapa. Sudah coba beberapa kali, masih gagal juga. Ok, skip.
  3. Kebetulan saya punya domain nganggur. Akhirnya domain ini saya pakai buat bikin email temporary di ZohoMail, pake custom domain (Free loh). Ternyata Zoho nyediain fitur mail migration. Nah cocok. Saya import deh email lama saya ke akun email temporary ini.
  4. Dari GMail (email baru saya), saya import lagi email di Zoho tadi via POP3. Anehnya, di sini gak ada masalah. Ok, done.

*poin no 3 ini butuh pengetahuan teknis. Anda harus setup nameserver, MX record, dll. Jadi silahkan googling aja untuk pastinya ya. (Iya.., saya males bikin tutorialnya).

Update Semua Akun dengan Email yang Baru

Yang kepikiran pertama kali, “Saya punya akun di mana saja ya?” Duh.. Banyak banget. Ok, saya urutkan dari mulai yang krusial, sampai ke seingatnya aja.

  1. Internet Banking. Nah.., untuk BCA gampang sekali. Untuk Bank Mandiri? Duhh.. *ngelus dada*. Butuh seminggu cuy. Nih detailnya.
  2. Twitter, Facebook, Path, Linkedin, Tumblr dkk (kalau ada), err.. apalagi ya? Oh iya Instagram (pas nulis ini baru inget), jarang pake sih.
  3. Go-Jek, Uber, Grab, Traveloka, AirAsia (all transportation)
  4. Credit Card! (ternyata ini kudu via telpon, beda “manajemen” dengan bank nya). Tapi cepet sih, sekitar 2 hari kalau gak salah.
  5. Akun di blog ini!
  6. Akun-akun teknis: Domain (saya pakai Name.com), Hosting (saya pakai 2 layanan berbeda), Cloud (Oh syit.., ini juga baru keingetan *brb*)
  7. Akun broker saham. Nah ini repot. Harus isi form, tanda tangan, kasih materai, lengkapi fotokopi KTP dan NPWP, lalu dikirim hardcopy-nya. Aselik, gak bisa online cuy.
  8. PayPal !
  9. DJP Pajak – e-filing. Sudah 3 tahun terakhir ini saya laporan SPT Pajak via online. Namanya DJP Online. Di bagian pengaturan profil ada 2 kolom email, “EMAIL DJPONLINE” dan “EMAIL” saja. Yang bisa diganti hanya “EMAIL DJPONLINE”. Saya gak tahu yang “EMAIL” itu buat apa, dan kenapa gak bisa diganti.
  10. Apple ID  (saya pakai Mac)
  11. Entah situs-situs apalagi yang pernah saya daftar. Biasanya baru inget dari email yang masuk. (IFTT, Feedly, AppAnnie, Wattpad, Medium, Financial Times, dsb).

Tips: Itulah gunanya mengaktifkan fitur forwarding dari email lama ke email baru. Jadi di email baru kita bisa tahu masih ada layanan-layanan yang dulu kita pernah daftar, tapi masih menggunakan email lama.

Jadi, sudah lebih siap untuk ganti alamat email?

Di Internet Banking Bank Mandiri Ternyata Tidak Bisa Mengganti Alamat Email

Mengganti alamat email itu implikasinya banyak. Karena di jaman sekarang ini biasanya kita punya akun di berbagai fasilitas online, dan kebanyakan menggunakan email sebagai acuan komunikasi utama. Salah satunya adalah Internet Banking. Kebetulan saya sendiri pakai Internet Banking dari Bank Mandiri.

Yang mengejutkan adalah, di Internet Banking Bank Mandiri ternyata kita tidak bisa mengganti alamat email kita sendiri. Aneh juga sih.

Ini menu yang tersedia di Internet Banking Bank Mandiri:

Sepertinya sih, dulu ada fiturnya. Karena sewaktu googling saya menemukan tutorialnya. Tapi entah kapan menu ini malah dihilangkan.

Solusi

Saya telpon ke Call Center Bank Mandiri, kata CS nya saya harus ke Kantor Bank Mandiri terdekat. Di situ bisa diganti. Gak dibilang sih Kantor Cabang, atau Kantor Cabang Pembantu (KCP).

Jadilah saya datang ke salah satu KCP Bank Mandiri. Awalnya CS di KCP ini bilang saya bisa ganti sendiri di Internet Banking Bank Mandiri. Lalu dia bersiap-siap mendemokannya. Daaan…, dia bengong. “Oh iya, gak ada ya Mas menunya?”

Penjelasan berikutnya malah bikin saya lebih bingung lagi. CS nya bilang mereka juga tidak bisa bantu penggantian alamat email. Saya harus ke kantor pusat. Lah…?

Saya bersikeras. Saya tanya, lalu kenapa ketika saya tanya ke Call Center, CS nya bilang bisa dilakukan di kantor Bank Mandiri terdekat?

Baru akhirnya CS di KCP ini menelpon seseorang. Mungkin superiornya. Akhirnya dia mengatakan hal ini bisa dilakukan dengan 2 opsi:

  1. Mengisi form pengajuan, nanti akan diteruskan ke kantor pusat. Tapi tidak ada SLA nya. Karena yang tahu hanya kantor pusat. Bisa jadi sampai seminggu atau lebih.
  2. Saya mengajukan penghapusan internet banking Mandiri, bisa di KCP ini atau via Call Centre. Setelah itu 2 hari kemudian, lakukan registrasi internet banking Mandiri lagi via mesin ATM. Lalu aktivasi lagi via website Bank Mandiri. Saat proses aktivasi nanti alamat email yang lama akan muncul, di situ bisa diganti.

Hmm, tidak ada satupun yang bisa dilakukan dengan cepat ya.

Saya tertarik opsi 2, karena paling enggak cuma butuh 2 hari. Masalahnya detail langkah-langkahnya ini yang kurang jelas. CS nya bilang ke saya “Ooo, tenang, Mas. Ada brosur petunjuknya kok. Lengkap di situ, tinggal ikuti saja.”

Saya lihat brosurnya. Ternyata beda. Ini adalah brosur untuk mendaftar Internet Banking pertama kali. Tidak ada satu bagian pun yang menjelaskan kapan memasukkan / mengganti email. Yang saya takutkan, nantinya ternyata malah prosesnya berbeda dengan yang diceritakan. Ujung-ujungnya saya yang repot. Ya sudah, saya pilih opsi 1 saja. Paling enggak di saya lebih ringkas.

Saya mencoba memahami mengapa fitur ini dihapus oleh Bank Mandiri. Pikiran pertama saya mengatakan mungkin demi keamanan. Kalau memang iya, lalu kenapa bank lain bisa? BCA misalnya. Di e-banking BCA saya cukup mengganti via websitenya saja menggunakan token.

Moga-moga fitur sederhana tapi krusial ini dihadirkan kembali oleh Bank Mandiri.