DAW Profesional Gratis: Cakewalk by Bandlab

Cakewalk by Bandlab with TH3 Guitar Amp Simulation

Sekitar 5 tahun lalu, saya sempat mencari-cari DAW (Digital Audio Workstation) untuk saya pribadi, yang akhirnya jatuh ke Logic Pro X.

Salah satu kekhawatiran saya waktu itu memang gimana kalau nanti saya beralih sistem operasi ke Windows, karena Logic Pro X ini hanya tersedia di macOS.

Dan benarlah, akhirnya saya memasang Windows 10 di laptop Macbook Pro 2012 saya. Terpaksa saya cari lagi DAW baru, untuk Windows. Tapi karena saya sudah sangat jarang berkreasi membuat musik, rasanya kalau beli lagi (FL Studio / Ableton / Reason, dll) kok sayang ya. Jadi cari yang gratisan saja lah.

Pikiran pertama langsung ke LMMS, DAW yang memang sudah saya kenal sejak jaman masih aktif pakai Linux, karena LMMS juga free & opensource seperti Linux. Interface nya masih tetap membingungkan, haha. Tapi okelah buat iseng-iseng saja. Tapi belakangan saya baru tahu LMMS belum support live recording. Harus rekam di tools lain dulu, misal Audacity. Wah repot deh. Uninstall sudah.

Pikiran kedua adalah Ardour, free & opensource juga. Saya heran sendiri, kenapa dulu saya gak pake Ardour aja di Mac ya? Gratis juga. Setelah buka webnya saya inget lagi. Walaupun Ardour opensource dan free (bebas), tapi versi compile untuk Windows nya gak tersedia. Harus compile sendiri. Atau kalau mau dibuatin bayar. Oke, skip kalo gitu.

Googling sedikit, ketemu Cakewalk by Bandlab. Ini software lama sebenarnya, tapi company nya baru diakuisi. Jadi kalau yang dulu familiar dengan DAW SONAR (berbayar), pasti familiar juga dengan SONAR Premium, versi SONAR yang paling mahalnya. Nah, SONAR Premium ini sekarang berubah nama jadi Cakewalk by Bandlab plus sekarang gratis. Gak cuma DAW nya saja, tapi bawaannya sudah ada plugins-plugins juga. Bahkan kalau mau sample sound ada dari Bandcamp. Wow!

Saya belum pernah pake SONAR. Tapi karena saya sudah pakai Logic Pro X, ternyata mirip-mirip interface nya. Langsung saya bisa pakai. Dan sama seperti Logic, Cakewalk by Bandlab ini punya bawaan plugin untuk simulasi guitar amp + effect, namanya TH3. Makin mantap lagi, karena sebenarnya saya butuh DAW nya untuk main gitar aja kalo sekarang.

Minusnya sih so far satu aja, cuma tersedia di Windows. Tapi ya…, kayaknya kalau saya beli laptop baru gak mau beli Mac lagi sih (tulisan lain lah ini).

Bereksperimen dengan Logic Pro X Membuat Dance Music

Selama beberapa tahun saya terbiasa menggunakan Digital Audio Workstation (DAW) yang bernama Ableton. Ketika masih di Windows, ataupun ketika sudah berganti ke laptop Mac. Kekurangannya, hampir semua instrumen bawaan Ableton tidak pernah saya gunakan. Mentok saya cuma gunakan untuk membuat white-noise.  Jadinya sangat bergantung dengan VST.

Setelah install ulang Mac saya dengan OS terbaru (Sierra), saya memutuskan berganti ke Logic Pro X. Agak berat sebenarnya, karena Logic ini hanya tersedia di Mac. Jika suatu saat nanti saya berganti ke OS lain, otomatis program ini tidak bisa saya gunakan lagi.

Saya nyaman sekali menggunakan Ableton sebenarnya. Tapi selain kekurangan di atas, harga Ableton juga mahal, $799, kalau dikonversi ke Rupiah menjadi sekitar Rp 10 juta.

FL Studio saya tidak begitu familiar, cuma pernah coba sehari atau 2 hari jaman kuliah dulu. Harganya sama dengan Logic sebenarnya, itu sudah termasuk berbagai instrumen VST. Sayangnya FL Studio tidak tersedia untuk Mac. Dulu sih mereka pernah meluncurkan versi Betanya untuk Mac. Tapi entah mengapa gak lanjut.

Anyway, saya akhirnya membeli Logic Pro dengan harga $199, dirupiahkan kemarin menjadi Rp2,99 jt. Tapi ini sudah dilengkapi berbagai instrumen dan sampler. Selain itu kita bisa download sekitar 80GB sound sample dan loop, gratis, free royalti, resmi dari Apple. Jadi enggak perlu beli sample sound seperti Vengeance dkk, yang harganya justru lebih mahal dari Logic.

Setelah coba-coba selama sebulanan (yes, this is my first time using Logic), akhirnya berhasil jadi 1 lagu, genrenya dance music. Saya juga gak tahu ini genre Electro House, atau apa. Saya cuma pehobi amatiran. Kalau suka silahkan didownload via situs-situs downloader YouTube itu. 😀

Gimana, enak lagunya?

Sotoy Beli Midi Controller

[Foto: Michael Delgado | youtube.com]

Ini cerita lama sebenarnya. Di sekitar tahun 2012 saya cukup aktif ngoprek musik digital. Membuat musik ala-ala EDM, atau kadang rekaman ala kadarnya lalu ditambahkan instrumen musik digital. Dari awalnya coba-coba, belakangan setelah melihat postingan dari @nartzco, saya ikut-ikutan membeli keyboard midi controller M-Audio Keystudio 49.

Saya ingat momen ketika membeli midi controller di toko alat musik itu. Setelah saya konfirmasi mau beli, pegawai tokonya segera memasangkan midi controller nya ke komputer yang ada di sana. Lalu menjalankan software Pro Tools. Saya bengong. Continue reading

Membuat Musik Digital Menggunakan Software Open Source

[Foto: mixtribe | flickr.com]

Semasa kuliah, perangkat lunak open source seputar pengolah musik yang saya tahu hanya Audacity dan LMMS. Kalau di Windows sempat kenal Fruity Loops (sekarang berganti nama jadi FL Studio), tapi sebentar saja. Jadi saya tidak tahu banyak. Bahkan cenderung bingung dengan konsepnya, walaupun banyak yang bilang sangat mudah.

Circa 2009

Setelah di Jakarta, saya kembali ngoprek membuat musik di laptop menggunakan Linux. Perangkat lunak yang saya gunakan:

  • Seq24 (sequencer): Untuk merekam part-part midi.
  • ZynAddSubFX: Synthesizer. Kalau di dunia VST semacam Sylenth1 atau Nexus lah.
  • Hydrogen: Drum machine
  • QjackCtl (JACK audio connection Kit): Semua tool tadi disentralisasi di sini, jadi bisa dimulai secara bersamaan.
  • Audacity: Semacam Photoshop tapi buat audio post-processing (record, cut, multitrack, change pitch / tempo, convert, dll). Sampai sekarang saya masih sering pakai, baik di Windows maupun Mac.

(Sayang saya tidak ketemu screenshot yang sempat saya ambil waktu itu). Continue reading

Tentang Membuat Lagu

Beberapa waktu belakangan ini saya cukup aktif menciptakan karya musik. Ada yang instrumental (EDM – Electronic Dance Music), ada yang lagu biasa.

Proses pembuatan lagu (non-EDM) ini cukup mengherankan juga bagi saya. Beberapa variasinya :

  1. Saya menemukan nadanya dulu (entah di jalan, di kamar mandi, di mall, dll). Nada ini segera saya rekam di handphone. Di kamar saya cari chord nya dengan gitar. Jika tema lagunya belum ada, saya cari temanya dulu, baru kemudian liriknya menyusul. Antara menemukan nada sampai saya lanjutkan membuat liriknya itu bisa jedanya berbulan – bulan, atau tahunan bahkan. Karena seringkali mood nya sudah keburu hilang, atau saya bingung sendiri temanya apa. Contohnya : Nada lagu yang saya ciptakan waktu kelas 4 SD dulu, sampai sekarang belum ada liriknya.. 🙁
  2. Saya genjreng – genjrengan aja dengan gitar di kamar (belakangan kadang dengan keyboard). Kadang menemukan nada – nada yang menurut saya menarik, langsung saya buat liriknya, dan jadi lagu. Anehnya, dengan proses ini justru lebih sering lagunya langsung jadi, lengkap dengan liriknya.
  3. Membuat lirik dulu, baru mencari nada yang sesuai dengan lirik tersebut, hingga jadi satu lagu utuh. Ini yang dari dulu saya coba praktekkan dari jaman kuliah. Tapi ini juga susah. Karena susah membuat kalimat yang bagus sekaligus potongan suku katanya pas untuk nada lagunya. Atau mungkin juga karena saya amatir aja sih.

Beberapa hal yang saya pelajari :

  1. Susah ternyata bikin lirik lagu ya. Apalagi jika temanya rada abstrak. Yang paling mudah itu bikin lirik tentang cinta – cintaan. Gak heran lagu dengan tema cinta itu paling banyak.
    Lagu karya saya pertama banget itu liriknya malah bagian awalnya modifikasi dari lirik lagu Agnes Monica dan Anang Hermansyah, dan sudah bisa ditebak tema lagunya juga tentang cinta – cintaan.
  2. Tema lagu itu juga sangat membantu. Kalau temanya rada abstrak (contoh : tentang kemelut dunia, pemanasan global, dsb), saya sulit sekali mencari kata – kata yang pas.
  3. Pada dasarnya bernyanyi itu katanya sama dengan bercerita. Jadi kalau ada hal yang mau diceritakan dengan lagu, itu sangat membantu. Liriknya lebih cepat dapat, karena kita tahu persis apa yang mau diceritakan. Contohnya lagu dari curhatan teman saya itu.
  4. Nada yang enak, harus dibarengi pilihan kata yang pas. Kalau enggak, bakal terasa rada janggal dinyanyikan. Disinilah kemampuan memilih kata dan sinonim sangat berperan.
  5. Bercerita lewat lagu dalam bahasa Indonesia itu susah.. Bukan karena bahasanya, tapi karena kata – kata dalam bahasa Indonesia itu cenderung lebih panjang. Contoh deh, dengan lagu Alter Bridge  : "On this day.., I see clearly..", dalam bahasa Indonesia "Hari ini, kulihat lebih jelas.", kalau dinyanyiin dengan ketukan nada yang sama, jadi gak enak. Kenapa? Karena dalam bahasa Inggris cukup 7 suku kata, sedangkan dalam bahasa Indonesia menjadi 11 suku kata. Ya.., mungkin saya perlu belajar lagi untuk memilih padanan kata yang lain sih.

Oh iya untuk jenis lagu yang EDM, sebenarnya relatif lebih mudah, karena gak terlalu butuh tema dan lirik, yang penting nada dan aliran lagu yang enak. Tapi saya justru kesulitan mencari jenis suara instrumen yang sesuai, dan seringkali masih kepentok teknik yang belum saya kuasai. (contoh : bass ala dubstep, lead ala dirty dutch, dll).

NOTE: Yeah.., belakangan saya sudah tidak begitu tertarik untuk ngoprek hal – hal teknis seputar dunia website development. Musik sedang menarik minat saya akhir – akhir ini.

Bermain Musik “Live” Menurut deadmau5

I just roll up with a laptop and a midi controller and “select” tracks n hit a spacebar. Ableton syncs the shit up for me… so no beatmatching skill required. “Beatmatching” isn’t even a fucking skill as far as I’m concerned anyway. So what, you can count to 4. cool. I had that skill down when I was 3, so don’t give me that argument please.

-deadmau5

Link : http://deadmau5.tumblr.com/post/25690507284/we-all-hit-play

deadmau5 adalah salah satu musisi yang sangat populer di dunia EDM (Electronic Digital Music)

Slank dan Kaskus

SlankDulu, waktu jaman saya SMP, Slank sangat dekat dengan anak – anak remaja, terutama anak sekolahan. (sekarang saya kurang tahu). Slank bagi remaja seusia saya waktu itu adalah simbol kebebasan, simbol perlawanan, dan sebagai salah satu bentuk identitas. Tas – tas sekolah, bahkan baju sekolah sekalipun dipasangi logo – logo Slank. Mereka , lebih bangga sebagai seorang Slankers, daripada sebagai siswa berprestasi.

Kaskus, di masa – masa sekitar tahun 2002-an, imagenya bagi saya masih sebagai komunitas underground. Para netter (pengguna internet) yang menyatakan diri sebagai kaskuser, mempunyai kebanggan tersendiri jika dibandingkan dengan ‘hanya’ punya account Friendster. Kaskus juga sebuah media yang (menurut saya) pada jaman itu, menjadi simbol kebebasan. Informasi apapun bebas ditebar.

Tapi.., Slank waktu itu juga kadang menjadi icon para penikmat ganja.. Beberapa dari teman saya dulu ada yang punya daun ganja yang masih hijau. Daun ganja segar ini dilaminanting, lalu dijadikan gantungan kunci. Dengan daun bersirip lima itu, mereka menyatakan diri sebagai Slanker. Dan ‘benda antik’ ini seakan jadi ‘bahasa pergaulan’ ketika bertemu para Slanker lainnya. (Saya tidak menggeneralisasi semua Slanker, tetapi pada waktu itu ada beberapa orang yang saya tahu melakukan hal itu). Ya, seingat saya Slank sendiri baru menyatakan resmi lepas dari narkoba pada  awal Januari 2000. Dan sejak saat itu mereka pun berganti image, menjadi band yang bersih.

Dan Kaskus waktu itu juga kadang menjadi icon para pecinta “hal – hal dewasa”. Saking bebasnya informasi ditebar, konten – konten “dewasa” pun terserak dengan liar disini. Tidak jarang ditemukan video – video, atau foto – foto  ‘menggemaskan’ yang publikasinya berawal di Kaskus. Kaskus sendiri pun akhirnya menghapus bersih channel ‘favorit’ tersebut setelah keluarnya UU Pornografi. Setelah itu Kaskus pun image nya berubah. Kaskus kini sudah dikenal sebagai perusahaan yang serius, bukan sekadar main – main atau iseng. (Serius dari sudut pandang korporasi).

Siapapun yang konser, lagu apapun yang dimainkan.. biasanya.., tetap ada bendera Slank disitu. Kalau menyerap bahasa iklannya Sosro : Apapun konser bandnya, Slank benderanya. Wajar, kalau Slank akhirnya terpilih menjadi MTV Icon Indonesia yang pertama.

Nah.., sekarang..untuk Kaskus : Apapun websitenya, Kaskus bahasanya..  Jika ada situs Indonesia lainnya yang interaksi antar anggotanya tinggi, tidak jarang ditemukan panggilan sapaan : Gan. Kalau ada beberapa user saling berinteraksi di sebuah website, jika menggunakan kata : Saya, kamu, lu, gue, rasanya masih kurang sip. Tapi begitu saling menyapa dengan : Gan.., Agan.. suasana keakraban itupun muncul dengan sendirinya. Biasanya tidak lama kemudian pasti keluar kata – kata : “Jangan lupa cendolnya gan..”, “Pertamax sudah diamankan..”, dst.

Kalau di ajang MTV Icon ‘anak nongkrong’ memilih Slank, saya rasa netter Indonesia pun bakal memilih Kaskus sebagai icon.

[OOT]

Saya rasa kalau ada perusahaan yang mau mencari pegawai yang akrab dengan dunia web, mungkin bisa mencantumkan seperti ini :

“Gaji : Rp. xxx, boleh nego, tapi jangan afgan..”

Ohh iya.., jangan lupa cendolnya gan. 😀

Berkat YouTube Joe Satriani pun Menjadi Pengiring Solo Gitar Jeong-Hyun Lim

Joe Satriani bukanlah nama yang asing lagi di kalangan musisi. Banyak yang menyebutnya sebagai salah satu gitaris terbaik dunia. Bahkan Steve Vai (salah satu gitaris terbaik dunia juga) pada mulanya berguru pada Joe Satriani.

Jeong-Hyun Lim (seorang warga negara Korea Selatan). Ada yang tahu nama ini? Kalau anda mungkin kebetulan pernah dengar, atau melihat video solo gitar Canon D’ Rock dengan nickname funtwo, nah dialah pria yang memainkan solo gitar dalam video di YouTube tersebut. Bahkan video tersebut termasuk dalam 10 video terfavorit di YouTube hingga saat ini. *Canon D’Rock versi aslinya dibuat oleh Jerry Chang (Seorang warga negara Taiwan. Dia memberikan tablatur gitar Canon D’Rock untuk di download bebas).*

Semasa masih getol bergitar ria (*waktu masih bercita – cita jadi musisi), saya sudah banyak melihat video konser Joe Satriani, video tutorialnya, maupun video wawancaranya. Tapi seumur – umur saya belum pernah lihat Joe Satriani full jadi pengiring solo gitar gitaris lain (yang bukan “selevel” dia).

Tapi itulah yang terjadi pada acara YouTube Live 22 November 2008 lalu. Joe Satriani membawakan sedikit potongan lagunya, “Satch Boogie”.  Setelah itu langsung disambung dengan potongan hits lainnya, “Surfing With The Alien”, tetapi kali ini berduet dengan Jeong Lim. Dan ini disambung lagi dengan lagu ketiga, “Canon D’Rock”. Di lagu ini Jeong Lim jadi lead gitar, dan Joe Satriani “cuma” jadi pengiringnya (rythem) (!). Continue reading

Batak Rock !

Sinanggar Tullo Rocks !Di lingkungan musisi dan kalangan masyarakat Batak, nama Vicky Sianipar mungkin tidak asing lagi. Pria berdarah Batak kelahiran Jakarta ini banyak mengaransemen ulang musik – musik tradisional Batak menjadi musik yang modern. Banyak anak muda Batak yang awalnya tidak begitu tahu lagu Batak, setelah mendengar hasil aransemen Vicky menjadi sangat menyukai lagu – lagu tradisional Batak.

Saya sendiri dari kecil memang sudah menyukai versi tradisional (“asli”) musik Batak, apalagi versi aransemen modern nya. Tetapi ketika mendengar beberapa lagu hasil aransemen Vicky, saya seringkali berimajinasi beberapa lagu tersebut sebenarnya bisa diaransemen dengan sentuhan rock modern, bahkan nu metal. Lagu “Di Jou Ahu Mulak” contohnya. Lagu ini bisa diaransemen dengan model lagu “Shoot and Ladders” dari KoRn. Saya bisa membayangkannya, memikirkannya, tapi tak punya kemampuan untuk mewujudkannya. 🙁

Tapi rasa penasaran saya tentang seperti apa jika lagu tradisional Batak tersebut jika diaransemen dalam versi rock modern sedikit terobati. Saya menemukan lagu “Sinanggar Tullo” dalam versi rock. Dan bisa ditebak, Vicky Sianipar lah yang mengaransemennya. Sebagai vokalis dalam lagu ini adalah Arry Syaff (kalau tidak salah vokalis band Cockpit). Dia sendiri sepertinya tidak berdarah Batak, tetapi tidak jadi masalah. Musik itu universal bukan? Saya juga suka musik tradisional dari berbagai daerah di Indonesia.

Mendengar beberapa riff gitar Vicky dalam lagu “Sinanggar Tullo” versi Rock tersebut,  mungkin anda akan teringat intro lagu dari Linkin Park, “What I’ve Done”. Tapi secara umum sangat berbeda. Terlebih Vicky sangat cantik menyelipkan part – part tradisional (lengkap dengan sulim dan gondang-nya) pada beberapa bagian lagu. Good job Vicky.. !

Mudah – mudahan Vicky bisa mendapatkan feel yang sama dengan angan – angan saya terhadap lagu “Di Jou Ahu Mulak” tadi. Kalau susah cari vokalis yang pas, bisa tuh ngajak vokalis nya Seringai.. He..he.. dijamin gahar deh kayaknya.. Batak rocks..!

Link (YouTube) :

Sinanggar Tullo versi Rock

Vicky Sianipar Feat. Tongam Sirait :

(Kalau saya bilang ini lagu pop modern yang berbahasa Batak.. Karena memang ini bukan lagu tradisional, tapi memang lagu baru)

– (Gak tahu judulnya) http://www.youtube.com/watch?v=oC6d_DHnNIM

(Live) Mengkel Na Ma Ahu

Cleopatra Stratan – Penyanyi Termuda?

Cleopatra StratanBeberapa hari lalu, dapat beberapa lagu berformat mp3 dari temen. Nama penyanyinya Cleopatra Stratan (5th). Teman itu bilang ini lagu reggae, tapi anak – anak yang nyanyi (*nyatanya enggak). Iseng aja aku copy. Tapi baru tadi lagu si Cleopatra ini aku dengerin. Lucu lagunya, unik, khas anak – anak, tapi sepertinya malah lagu ini bukan ditujukan bukan anak – anak, tapi orang dewasa. Kalo penasaran, coba aja lihat videoklip resminya disini : http://www.youtube.com/watch?v=kNLXjXxj3J8 . Waktu aku lihat log di YouTube, sudah 3,592,665 orang yang melihat video ini !! Gila..

Karena penasaran, akhirnya googling. Dan ketemulah halaman wikipedia http://en.wikipedia.org/wiki/Cleopatra_Stratan. Ternyata si gadis cilik ini cukup terkenal di dunia internasional. Bahkan gadis kelahiran 6 Oktober 2002 ini diusulkan untuk masuk ke Guiness Book of Records, sebagai penyanyi termuda yang mempunyai album sendiri dan melakukan konser di panggung. Sebelumnya, rekor ini dipegang oleh Shirley Temple (sekarang berumur 79 tahun), yang sekarang justru berkarir di dunia politik (setelah cukup banyak berperan di dunia akting di masa dewasanya). Video nya juga bisa dilihat disini http://www.youtube.com/watch?v=F_RZTusUzM8

Beberapa lagunya juga sudah diterjemahkan dalam bahasa Inggris, dan mungkin aja sebentar lagi versi Indonesianya keluar.

Tapi, seperti beberapa orang di internet yang membicarakan pelantun tembang Ghita ini, aku juga penasaran, kira – kira 10 tahun lagi jadi seperti apa ya? dan di masa dewasanya kira – kira apa jadi seperti Britney Spears? Kita tunggu saja..

Saatnya Band (Musisi) Tidak “Menjual Lagu”

Setelah diskusi dengan beberapa orang teman yang terlibat di dunia band indie, ada beberapa hal yang cukup menarik perhatian. Diantaranya adalah era masa depan industri musik Indonesia. Kurang lebih begini rangkumannya :

Anda punya band? Atau anda musisi? Anda membuat lagu? Dan anda rekaman (recording)? Yah, itu proses yang biasanya dilakoni band/musisi. Oh iya, rekaman yang dimaksud disini adalah rekaman swadaya (recording dengan biaya sendiri). Tahap selanjutnya setelah proses rekaman inilah yang sering kali membingungkan. Beberapa band/musisi melakukan promo album, diantaranya dengan kerjasama dengan industri lain (biasanya rokok), dan yang paling umum menggandeng partner dari media radio dan distro – distro. Harapannya adalah lagu mereka bisa dikenal publik dan akhirnya laku terjual. Apakah metode seperti ini akan terus bertahan untuk waktu – waktu ke depan? Sementara sekarang adalah jaman digital, sehingga lagu yang dijual dalam bentuk CD dengan benderol harga lumayan bisa dengan mudah digandakan (dibajak) dan disebarluaskan secara gratis (dan ilegal).

Contoh paling mudah adalah launching album terbaru PeterPan beberapa waktu lalu. Bahkan sebelum album “Hari yang Cerah” tersebut dilaunching secara resmi, seluruh lagu dalam satu album tersebut sudah berdengung di seputar kost-kostan daerah Jogja . Dan tentunya “hal biasa” ini tidak hanya terjadi di Jogja saja bukan? Dan tentunya tidak hanya album PeterPan saja, Kangen band juga (ouhh.. , topik sensitif ya :D).

Untuk band sekelas PeterPan, Padi, Dewa19, Slank, dll mungkin hal ini tidak berpengaruh banyak. Pendapatan mereka tetap berlebih. Tapi bagaimana dengan mereka yang berjalan di jalur indie? Pangsa pasar sedikit, bertahan susah, masih dibajak lagi.. (helahh…, sedih banget..)

Bagaimana jika sekarang skemanya kita ubah. Musisi, ciptakan karya, rekaman (baik itu rekaman yang profesional maupun amatir), setelah itu berikan lagu anda secara gratis. Continue reading