Saya ingat momen ketika membeli midi controller di toko alat musik itu. Setelah saya konfirmasi mau beli, pegawai tokonya segera memasangkan midi controller nya ke komputer yang ada di sana. Lalu menjalankan software Pro Tools. Saya bengong.
Demi Tuhan, sebenarnya saya gak tahu apa-apa tentang midi controller. Software yang namanya Pro Tools saja saya baru tahu saat itu. “Dicoba aja, Mas,” ujar si pegawai toko. Demi jaga gengsi saya berlagak pede saja, duduk di depan komputer. Tapi ya cuma sampai situ, habis itu bengong lagi, tidak tahu harus ngapain.
“Sudah pernah pakai midi-controller, Mas?” tanya si pegawai toko yang mulai curiga melihat saya yang terlihat gelagapan. Akhirnya saya ngaku juga. Si pegawai toko ini akhirnya yang mendemokan cara kerjanya. “Tuh, jalan lancar kan Mas record MIDI nya? Play instrument nya juga gak masalah kan?” ujarnya setelah mendemokan entah apa itu. Saya khusyuk tidak memberi tanggapan.
“Ini sudah saya setel ke sound piano, Mas. Dicoba aja tuts nya, nyaman gak,” ujarnya sambil mempersilahkan saya memainkan keyboard itu. Dan saya pencetlah tuts keyboardnya satu-satu. Tahu kan? Kaya itu lho, orang buta instrumen di toko Yamaha Musik, terus pencet-pencet piano.
“Oh, oke kok,” ujar saya sok pede setelah pencet-pencet keyboard ala sebelas jari. Si pegawai tokonya antara takjub dan kasihan, hingga tidak berkomentar apa-apa. Ia segera membungkus kembali midi-controller ini dan memasukkanya ke dalam kardusnya, lalu menyiapkan nota.
Gak apa-apalah sotoy waktu beli, namanya manusia kan harus proses belajar. Akhirnya beberapa minggu kemudian saya sudah membuat beberapa “lagu” di laptop saya dengan midi controller itu. Saya tulis “lagu” pakai tanda kutip, karena kebanyakan belum selesai. Target saya waktu itu paling gak bisa bikin musik kaya @nartzco lah, atau kalau sekarang kaya Dean. Masih belum kesampean sih.
Berapaan om harganya 😀
Selamat berkarya !
Dulu belinya 1,5jt. Bonus M-Audio Micro USB (soundcard), tp driver untuk Mac nya udah gak ada diupdate lagi. 🙁