Saya sering mendapatkan para pawang burung biru (sopir taksi Blue Bird) yang punya latar belakang yang tidak umum. Ada yang sarjana, ada yang S2, ada yang freelancer di media, ada juga yang jadi reseller jasa dukun sih. Beneran. Sebagian saya masih ingat cukup detail. Ini sebagian itu:
S2 dan Konsultan UKM
Pawang yang terakhir mengobrol dengan saya punya latar belakang yang menarik. Waktu itu saya duduk di depan, saya melihat beberapa buku bertemakan strategic marketing di atas dashboard-nya. Sebagian bahkan berbahasa Inggris.
“Hobi baca buku, Pak?”
“Oh.. Itu kalau lagi istirahat aja, sambil-sambilan dibaca, Pak. Buat tugas kuliah.”
“Ambil S2, Pak?”
“Iya, Pak. Kuliahnya akhir pekan. Jadi waktunya gak ganggu waktu kerja. Hehe.”
Wow. Sopir taksi Blue Bird lagi nyambi kuliah S2 MM cuy ! Usut punya usut, ternyata dulu dia bekerja di sebuah perusahaan perikanan besar di Sumatra. Tetapi perusahaannya ditutup, jadi semua karyawannya di-PHK. Sebagian uang pesangon digunakan untuk modal bisnis bersama rekan-rekannya, tambak ikan di Jawa Tengah. So far so good. Passive income. Dan nilainya cukup lumayan.
Memilih ke Jakarta, karena program S2 yang diikutinya adanya di Jakarta. Selain itu networknya juga lebih bagus di sini. Jadi justru menjadi sopir taksi ini bisa dibilang pengisi waktu luangnya. Di antara waktu istirahatnya (2 hari kerja, 1 hari istirahat), dia dan teman-temannya juga menjadi konsultan UKM di pinggiran Jakarta.
Bankir
“Gedung bank ini sudah lama ya, Pak? Kok saya kayaknya baru sadar ada gedung ini?”, ujar saya ke pawang burung biru lainnya di suatu Minggu sore saat melewati sebuah gedung tinggi yang saya tidak familiar. “Oh, itu lama kok, Pak. Dia itu sebenarnya satu grup sama bank yang dulu dilikuidasi itu loh, Pak.”
Lalu pak sopir beruban ini menceritakan sejarah bank ini, dan analisanya kenapa seharusnya bank itu bisa selamat karena secara akuntansi dia kuat. Tutupnya lebih karena tekanan politik. Tak lupa dia menambahkan beberapa penjelasan akuntansi yang mendukung analisanya. Saya sendiri tidak paham.
Ternyata dia dulu berkarir di salah satu bank yang dilikuidasi juga. Posisinya sudah manajer di situ. Tetapi citra bank tempatnya bekerja dulu itu sangat jelek ketika ditutup. Jadi untuk ukuran dia yang sudah senior, hampir tidak ada lagi bank yang mau mempekerjakannya. Sederhana saja, karena masih banyak bankir muda lain, yang tidak punya catatan hitam di CV nya, dan mau dibayar lebih murah. Setidaknya begitu pembelaannya.
Pesangon yang diterimanya dia gunakan untuk membuka perusahaan kontraktor sipil. Sempat sukses dengan 2-3 proyek di awal berdiri. Tetapi di proyek berikutnya, dia ditipu habis-habisan. Padahal nilai proyek ini lah yang paling besar, hampir 10 kali besarnya dari nilai proyek sebelumnya. Dia sampai harus terpaksa mengeluarkan tabungan, jual mobil, jual rumah, agar bisa menutupinya. Sekarang sedang mengumpulkan modal lagi.
Sarjana Ekonomi asal Manado
Ini di sekitar tahun 2009. Pawang satu ini masih sangat muda. Baru lulus kuliah tahun 2006. Sarjana Ekonomi. Pernah bekerja di perusahaan swasta 1 tahun. Tapi dia mengeluh gajinya sangat kecil. Di bawah UMR, dan statusnya kontrak. Dihitung-hitung pendapatannya jauh lebih besar bawa burung biru.
“Kok bisa, Mas?”
“Ya.. sebenarnya tergantung penumpang sih. Saya ini jarang sebenarnya ngambil penumpang di jalan. Jarang banget. Hampir semua penumpang saya pesanan. Mereka telpon ke henpon saya. Ini karena kebetulan tadi habis nurunin penumpang di gedung tadi, makanya saya bawa Mas sekalian.”
“Pesanan taksi langsung ke henpon?”
“Iya Mas. Jadi temen-temen saya kuliah dulu kan pada kerja di perusahaan-perusahaan besar. Nah bos-bos mereka itu sering minta panggil taksi. Tapi bos-bos ini maunya yang sopirnya dipercaya. Nama BlueBird aja gak cukup sama mereka, Mas. Jadilah nomor saya dikasih. Nah sesama bos-bos ini saling rekomendasiin juga. Hehe.”
“Wah gak sia-sia dulu kuliah di Ekonomi ya Mas.”
“Iya, Mas. Tadinya saya minder gitu kalau nganter penumpang ke gedung kantor. Kadang ada yang mau naik, ternyata temen saya kuliah dulu. Kalau enggak ,temen-temen saya dari Manado. Mereka kaget juga liat saya bawa taksi. Tapi akhirnya malah bantuin rekomendasiin ke bos-bos.”
“Secara penghasilan sebanding, Mas? Ya dibanding kerja kantoran lah paling enggak.”
“Banget Mas. Bahkan kalau ditotal sebulan, saya dapatnya lebih besar dari hampir setengah teman-teman saya itu. Karena bos-bos mereka itu kalau mesen taksi, bisa untuk seharian kesana-kesini. Terus ngasih tipsnya gede-gede. Apalagi bule. Hehe. Kalau temen-temen saya itu tahu, mungkin mereka ikutan juga bawa taksi kali, Mas. Hahaha.”
Freelancer Reporter
“Tadi kecelakaan di sini parah ya, bos?” tanya si pawang kumisan ini di sekitar bunderan Pondok Indah. Saya justru baru tahu kalau ternyata tadi ada kecelakaan di daerah ini. “Wah telat saya nyampe sini.” ujarnya menyesal.
“Lah, kenapa emang, Mas? Kok nyesel gak lihat kecelakaan?”, saya bingung.
“Ohh ini, bos.” Lalu dia menunjukkan kamera DSLR nya yang diletakkan di bangku penumpang depan. “Saya nyambi ngeliput berita, bos. Kaya freelance reporter gitu deh.” tambahnya lagi.
Sekilas terlihat tablet Androidnya yang terselip dilaci dashboard. “Ooo.. Beritanya dikirim via email ya?” saya tanya sambil mencoba melirik logo kantor berita di kartu persnya yang terselip dekat tablet Android itu.
“Kadang email. Kadang cukup telpon. Tergantung lah, bos.”
Lalu kami pun berbincang soal kerja media. Bagian yang saya ingat saat dia mengatakan, “Ya, saya sih sebenarnya benci dengan pemilik media itu. Keliatan banget media ini disetir untuk kepentingan politik dia semua. Ya gak heran sih orang bilang Oon.. Oon gitu. Haha. Tapi ya gimana, ya. Perusahaan ini yang bantu ngasih makan saya sama keluarga. Kalau dari narik taksi doang gak cukup, bos.”
Broker
“Cantik ya, Mas mbak-mbak tadi?” si pawang burung biru ini bertanya sambil senyum-senyum setelah melihat seorang perempuan turun dari Bentley Cooper di Senayan City. Ahh, sepertinya dia mau menawarkan jasa esek-esek, pikir saya.
“Tapi jaman sekarang gampang sih Mas kalau mau kelihatan cantik gitu. Mau keliatan disegani juga gampang. Tapi kalau menurut saya sih mending jadi kaya aja sih, Mas. Kalau udah kaya kan pasti gampang mau jadi cantik atau disegani. Ya toh, Mas?”
Ohh, bukan jasa esek-esek yang ditawarkan. Tapi saya belum bisa menebak ke arah mana pembicaraan ini akan berlanjut.
“Tapi justru jadi kaya nya itu yang paling susah, Mas”, ujar saya coba menanggapi.
“Hmm.. gak juga sih, Mas. Saya ada kenalan. Ini beneran loh, Mas. Dia tetangga saya. Sudah belasan tahun kami tetangga-an Dia ini bisa bikin kita hmm.. apa ya istilahnya. Hmm.. Yaaa, pokoknya rejekinya lancar gitu lah.”
“Rejekinya lancar? Jadi intinya bikin cepet jadi kaya gitu?” Saya akhirnya paham. Ternyata dia merangkap jadi broker jasa dukun.
“Ya kurang lebih begitulah, Mas. Hehehe. Ini beneran loh, Mas. Saya kenal betul orangnya. Sudah banyak yang datang minta bantuan ke dia dan sukses.” Lalu dia menjelaskan apa syarat dan prasyarat kalau mau menggunakan jasa “konsultan” ini.
“Jadi, bayarnya seikhlasnya aja?”
“Betul, Mas. Gak ada patokan kok. Tapi ya… ya.. sewajarnya aja gitu lah. Hehehe.”
“Siapa aja bisa? Suku apapun, cowok-cewek, berkeluarga atau belum?”
“Iya, Mas. Beneran. Bahkan agama apapun bisa. Karena ini gak melanggar ajaran agama apapun. Ini maaf kata aja ya, Mas, bahkan bencong gak beragama pun bisa, Mas. Gak bohong saya. Hehe.”
“Kerjaan apapun bisa?”
“Iya, Mas. Percaya deh. Kalau Mas mau, saya ada nomor telponnya nih.”
“Wah, saya mau tuh. Kebetulan saya ada kenalan tuh yang kayaknya butuh banget dibantu tetangga Mas.”
“Wah, pas banget tuh Mas. Kasih aja no telponnya, Mas. Pasti dibantu. Eh, temen Mas ini kerja apa?”
“Ohh.. bukan temen sih. Kenalan aja. Baru juga kenalnya. Dia kerjanya bawa taksi. Kalau gak salah sih dia biasa narik daerah sekitar jalanan sini.”
Lalu kami tidak berbicara lagi hingga saya sampai di tujuan.
endingnya thob! =)))
Thank you sharing nya, cerita menarik mulai dari yg inspiratif S2 supir taksi, sampai yg lucu broker dukun. Salam kenal dari sesama milis StartUpLokal 🙂
itu yang ending kalau beneran bisa bikin kaya , kok masih jadi driver ya
hahaha