Hari ini Detik.com merayakan ulang tahunnya yang ke-17. Arifin Asydhad, pimred Detik.com menyatakan di usia Detikcom ke 17 tahun ini, mereka akan mulai melakukan serangkain perubahan dan perbaikan. Namun, secara sekilas (saya bukan pengunjung regular Detik), selain meluncurkan tampilan barunya, saya kurang tahu inovasi signifikan baru apa yang dikeluarkan Detik.com.
Arifin mengatakan bahwa sekarang adalah era generasi baru Detikcom, dNewGeneration istilahnya. Generasi baru detikcom yang lebih menonjolkan hal-hal yang positif, inspiratif, inovatif, kreatif, dan solutif. Dengan pernyataan ini, mungkin mayoritas perubahan signifikannya adalah di sisi konten kali ya. (dibanding Okezone yang meluncurkan Warkop, Rubik, dan Metube)
Setidaknya pernyataan alumni Fakultas Peternakan UNPAD ini menguatkan itu:
Ini mungkin semacam reaksi atas maraknya konten-konten ala BuzzFeed yang menyembah pageviews dan visitors itu kali ya. Apalagi media-media online yang mencari sensasi dengan membuat berita-berita seolah-olah benar, judul kontroversial, dengan sarat muatan SARA dan partisan. Namun, karena saya bukan pengunjung reguler Detik, saya gak bisa tahu perubahannya. Mungkin yang sering ngunjungin Detik bisa ngerasain ada perbedaan dari konten-kontennya? Karena sebenarnya perubahan ini sudah dilakukan sejak 1 tahun terakhir katanya.
Saya dulu pembaca reguler Detik. Tetapi (di sekitar tahun 2007/2008), saya merasa kontennya makin lama makin sering data dan faktanya gak akurat. Isinya pun pendek-pendek. Tapi memang kecepatan pemberitaannya (buat saya) nomor satu dibanding yang lain. Menurut saya, buat apa beritain cepat-cepat kalau isinya “serampangan”. Apalagi kalau beritanya sensitif (menyinggung SARA), bisa berabe akibatnya kalau gak cek silang dan dapat info dengan benar.
Saya sempat menduga itu terjadi karena operasional yang kurang terkontrol. Tapi ternyata ini memang diamini oleh petinggi Detikcom kala itu. Menurut bos Detik kala itu, memang itu lah positioning mereka. Sebagai portal berita yang paling cepat memberitakan. “Detik ini juga!” Kalau memang gak akurat, tinggal di-update di -sepotong- berita berikutnya saja. Sementara saya penganut aliran kuno jurnalisme, “Get it first. But first, get it right..” Saya merasa Kompas.com (kala itu) lebih mendingan. Jadilah saya berpindah ke Kompas.com hingga sekarang. Nah, sejak itu saya kurang tahu lagi apakah Detik.com masih seperti yang dulu, atau sudah berubah. **I know, Kompas.com sih gak segitunya juga sebenarnya.
Disclosure: Saya pernah memiliki hubungan kerja dengan Kompas Gramedia. Tapi cerita di atas terjadi sebelum masa hubungan kerja saya dengan Kompas Gramedia.
Persaingan portal-portal berita masih berlangsung ketat. Sejauh ini, Detikcom masih memang posisi puncak. Tapi mudah-mudahan tetap bisa makin berkualitas dan berinovasi. Di US, media-media online sedang bergumul habis-habisan untuk mencari cara mendapatkan revenue tanpa mengorbankan idealisme jurnalismenya. Di Indonesia cepat atau lambat pasti akan terjadi juga. Bersiaplah sebelum itu terjadi. Atau sebenarnya di Indonesia juga sudah terjadi?
Happy sweet seventeen Detik.com.
saya sekarang agak malas baca berita di berbagai portal. Seringkali bikin panas hati. Tapi, yang bikin makin malas adalah banyaknya berita hoax