in Code, Linux

Cari Developer Itu Susah Kawan !

Masih berkaitan dengan Indonesia di TechCrunch. Ada banyak poin yang bisa dijadikan catatan. Saya menyoroti satu hal : Ternyata yang sulit di Indonesia itu adalah mencari developer, bukan pendanaannya !

…Instead, the pain point is finding developers. In Indonesia, developers are considered an entry level position, not a lucrative career path. Most companies have to invest six months or so in training the talent they need, making scaling up a challenge.

Hah?! Dengan sekian banyak website bertema programming dan development (khususnya web), belum lagi milis – milis. Ternyata susah mencari developer?!!

Oohoo.. Bukan berita baru sebenarnya. Tanyakan pada mereka yang mencari programmer, berapa lama waktu yang diperlukan untuk mendapatkan programmer berkualitas? Sebuah perusahaan dari grup bisnis yang sangat besar di Indonesia, dalam waktu 6 bulan pun masih belum bisa mendapatkan satu orang programmer web, dengan spesifikasi standar.

Lalu apa penyebabnya ? Saya coba rangkum. (silahkan tambahkan di kolom komentar kalau anda punya masukan baru)

Gaji

Isu sangat sensitif ini. Dan seringkali jadi pertimbangan utama (ya sama lah dengan lowongan kerja lainnya). Ada yang menawarkan standar salary yang tidak masuk akal untuk standar hidup di Jakarta. Tapi berhubung perusahaan ini punya label nama yang mentereng, banyak yang rela mengantri (sebelum akhirnya pun mengantri untuk resign).

Ada juga yang minta minimal requirement kaya dewa (yah.., para developer pasti tahulah), tapi dengan gaji standar UMR.

Nama Besar

Lalu, apa tidak ada yang menawarkan gaji besar? Ohh ada.. Tapi minimal requirement nya tinggi ya? Tidak juga..  Tapi kok gak dapet – dapet programmernya?

Nah sama juga seperti lowongan kerja lainnya. Nama besar penting. Kalau perusahaan ini masih baru (khususnya startup) mereka yang punya kualitas tinggi pun tetap akan membandingkannya dengan lowongan sejenis dari perusahaan yang punya nama besar. Apalagi kalau multinational company. Apalagi kalau oil & gas company.. (jujur..!)

Ada juga yang mau bergabung di perusahaan kecil, untuk kemudian dijadikan lompatan untuk masuk ke perusahaan dengan nama besar.

Banyak juga yang lebih memilih jadi PNS (dengan gaji awal lebih kecil daripada di startup company), karena jaminan masa depan. *silahkan berdebat soal ini* 😉

Kualitas

Dari sisi programmer sendiri, sebenarnya banyak juga yang cuma ‘programmer koboi’. Ini adalah tipikal programmer yang belajar otodidak, yang berprinsip : Yang penting jadi dan bisa dijalankan – lalu belakangan boroknya terbuka satu demi satu. Lepas dari konsep – konsep dasar pemrograman dan software engineering. Jangan salah, yang *ngaku* lulusan kuliah Informatika / Ilmu Komputer pun banyak yang ternyata programmer koboi.

Eitts.., tapi jangan salah, developer koboi ini juga banyak lho yang punya penghasilan jauh di atas developer yang bekerja di perusahaan besar.

Ada juga yang punya portofolio bagus. Dengan sederet pengalaman kerja yang keren, dan tempat bekerja yang juga keren – keren. Tapi setelah dites, tidak sebagus yang dibayangkan.

Lalu apakah tidak ada programmer yang bener – bener berkualitas, dan punya outstanding skill & knowledge?  Ada.. tentunya ada. Tapi mereka yang sudah di level ini, tentunya preferensinya lebih ketat untuk memilih tempat dia bekerja. Apakah ini institusi/company yang bonafit? Apakah kesejahteraannya bakal terjamin di sini? Dst. Karena, mereka yang sudah berada di level ini, bisa dengan mudah mendapatkan proyek (khususnya dari luar negri).  Lah bikin template WordPress aja ada yang rate nya $700/template ! Masak mau digaji dibawah itu per bulan? *sori, nyebut angka*

Selain itu, mereka yang sudah punya kualitas bagus, apalagi kalau berasal dari software house, sebagian lebih memilih membuat perusahaan web development sendiri ketimbang jadi karyawaan di perusahaan / institusi lain. Atau justru pindah ke perusahaan besar yang jadi client nya dulu di software house.

Freelancer

Freelancer masih menjadi pilihan banyak programmer yang punya kualitas bagus. Karena pada dasarnya programmer model ini pengen *hidup bebas*, punya waktu yang lebih fleksibel, enggak usah ribet dengan birokrasi dan aturan tata kesopanan pakaian. Apalagi ditunjang dengan pemasukan yang menggiurkan.

Yah.., walaupun saya percaya pada kenyataanya : Every developer is a freelancer 😉

Google AdSense

No comment 😉

StartUp

Yap.. developer yang berkualitas juga sadar sekarang momen yang pas untuk membuat startup. Jadi dia lebih memilih bikin startup sendiri, ketimbang gabung di startup lain.

Google

Sudah bukan rahasia, kehidupan para developer di Google, sering jadi sorotan media. Bagaimana mereka begitu dimanjakan disana. Bagaimana mereka bisa bebas berkreasi disana. Dan hal ini juga terjadi di Facebook. Ditambah isinya kebanyakan adalah anak – anak muda, orang – orang yang energik, dan lebih menyenangkan.  Plus.., perusahaannya punya nama besar. Ada di Indonesia yang seperti ini?

Di Indonesia saya pernah dengar ada perusahaan yang seperti itu, lokasinya di Jogja, tapi bukan perusahaan IT, melainkan advertising & communication *tapi minus nama besar kayaknya.. :D*

Jadi, bagi perusahaan (khususnya startup) yang mau merekrut developer, biasanya developer yang berkualitas itu :

  • Sudah bekerja di perusahaan dengan nama besar atau di luar negri
  • Sedang jadi freelancer dengan penghasilan yang menggiurkan
  • Masih kerja di perusahaan yang namanya tidak pernah anda dengar, tapi gajinya tidak bisa anda bayangkan
  • Sedang membuat perusahaan web development sendiri
  • Sedang bikin startup juga
  • Nganggur dan nunggu Google buka kantor di Indonesia (ha..ha..ha…)

Kalau bisa bikin kantor ala Google atau Facebook di Indonesia dan bisa bikin nama perusahaannya besar, mungkin.. mungkin developer – developer berkualitas itu akan datang dengan sendirinya.

Jadi, posisikan diri anda jadi orang – orang seperti di atas. Apa yang bikin mereka tertarik untuk bergabung dengan anda? (di luar gaji dan nama besar).

NB: Disadur dari berbagai cerita teman, bacaan, dan pengamatan langsung di lapangan.

Write a Comment

Comment

40 Comments

  1. Perusahaan banyak permintaannya tapi nilai kembalinya ke karyawan gak sebanding. Nyari karyawan yang bisa programming a, b, c, bisa dokumentasi, sekalian harus ngerti jaringan, tp ngasih gaji <= 3 jt. Itu namanya kan gak sebanding.

    Trus, banyak perusahaan di sini yang tidak menganggap programmer/developer sebagai manusia. Mereka men-generalisasikan bahwa programmer harus siap lembur, termasuk sabtu dan minggu. Kita oke-oke aja, tapi kembali lagi pertanyaannya, timbal baliknya ke kita ada gak?

    Masa kita lembur tp uang makan atau uang lembur gak ada? Kalo lemburnya sekali dua kali mngkin tolerable, tp kalo jadi semacam rutinitas? Perlu diketahui bahwa sebagian perusahaan nge-set environment kerja mereka harus lembur. Environmentnya di-set, karyawan "normalnya" pulang paling cepat jam 8 malam. Dengan alasan loyalitas lah dan segala macam.

    Kalo saya memang benar-benar gak akan terima perlakuan yang demikian. Kerja ya kerja. Saya punya skill jadi harus dihargai. Diminta kerja di luar jam kerja normal artinya saya harus dibayar lebih mahal. Semuanya harus balance. Dan saya pun harus memenuhi apa yang menjadi kwajiban saya. Semuanya harus balance.

  2. hemm,,,, kayaknya banyakan pengamatan langsung di lapangan dan pengalaman probadi nih tulisannya,, hehehehe
    yang penting adalah focus focus and cocus,,, kalau pengen kaya secara mendadak jangan jadi developer,, jadi penjahat aja,,, semuanya pasti memerluan sebuah proses,,,
    aku sendiri bukan seorang developer, tapi aku punya “sahabat” yang aku yakin dia pasti menjadi seorang yang hebat dalam dunia IT, programmer dan developer,,, anda pasti tahu orangnya

  3. ya..
    blon lagi kalo kerja di pabrik atau perusahaan yg gak melek IT, developer = edp.
    mulai bikin web site sampe ngisi tinta printer, panggil aja si programmer.
    dengan kondisi sekarang, developer software memang bukan lahan menarik di indonesia (baca; kerja untuk perusahaan di indonesia).

    Banyak temen2 sesama programmer malah udah pasang target, maksimal develop sampe umur sekian, abis itu cari kerjaan lain, mo jadi tukang sate misalnya.

  4. ya emang benar terkadang perusahaan minta programmer yg spesifikasi dewa.bisa bermacam bahasa programming,bisa networking n bisa database.bisa stress mah jika menguasai ketiga hal ini.haha…

  5. gw coba share dari sudut pandang gw yah..
    gw setuju dengan poin2 diatas. tapi masalahnya perusahaan-pun punya anggaran yang limited dengan terget yang extraordinary, sedangkan IT dipandang *dan memang* sebagai supporting main business. jadi bisa dibilang posisinya ada di 2nd line (jadi budget & prioritas pun bkn di urutan pertama)

    biaya hardware untuk develop 1 aplikasi aja sudah memakan biaya berapa? belum jaringan dan infrastruktur lainnya. karena bersifat barang nyata, jadi ini biasanya yang di lihat pertama *dan direalisasikan* sama manajemen.. barulah setelah itu seperangkat software beserta developer/ programmernya

    karena biaya infrastruktur dah bengkak, jadi harus ada yang diciutkan, mau tidak mau ke seperangkat software beserta developer/ programmernya, yang notabene penilainya cukup bias (karena berupa jasa, berbeda dengan barang)

    gw juga nggak ngerti lagi gimana ngakalinnya biar bisa sama2 hidup senang @-) tapi setidaknya ada beberapa perusahaan, walaupun ngegaji programmer tdk balance dengan pekerjaannya, tapi ada bonus/ instentif per periode *utk ngakalin pengeluaran perusahaan dari rekening gaji yang kecil tadi*

    makanya gw nyari fresh graduate, biar win-win solution .. ada kawan orang palembang ndak gan? — sayah binun —

  6. gue setoejoe ama adiputra, pokok persoalan utamanya masih di pola pandang IT sebagai ‘supporting’ bukan sebagai -setidaknya- ‘patnership’ dalam main area bisnisnya. Hal ini menjadikan point-point penyebab yg dikatakan bang okto terjadi. Invest IT untuk membentuk (bukan sekedar menunjang) bisnis yang lebih baik, cepat, akurat, dan menguntungkan harusnya bisa dijalankan dari sinergi antara bisnis dan IT, sayang pemisahan bisnis dan IT di indonesia masih berpola atasan-bawahan yang terkadang strategi bisnisnya gak nyambung dengan konsep IT-nya. Perlu ada orang-orang seperti eric schmidt yang mampu memadupadankan IT dan bisnis secara manis, kayaknya bang okto cocok untuk itu nih.

  7. Programmer sejati memiliki long life commitment terhadap source code yang pernah dikembangkannya. Kalau programmer yang belum teruji kpmitmennya saja sulit dicari, apalagi mencari pogrammer yg dibutuhkan…

  8. mantap postingannya lae, awak setuju…

    awak mau ngomentari + punya sedikit opini tambahan dari yang awak liat dilapangan :

    # Gaji.
    Gaji = Tanggung Jawab, semakin penting tanggungjawabnya, semakin besar gajinya..

    # Nama besar.
    Ga terlalu dominan, apalagi kalo gajinya tinggi walau nama perusahaannya biasa2 saja

    #Kualitas.
    awak rada2 setuju kalo programmer jagoan2 itu mengarah lebih ke `deep` bukan meluas,
    biar banyak menciptakan hal2 baru..

    # etc.. etc..

    tambahan -opini- awak ini lae :

    # Mental.

    Banyak juga ternyata yang anti mempelajari hal2 diluar yang dia tau.
    `waduh, gw tau cuman php, kalo , pl/sql ga tau apalagi mysql,
    ya cari database admin kalo mau pake mysql!`, bah!..

    yang masih kelihatan nyambungnya aja dah nolak, apalagi kalo
    solusi itu adanya diprogramming lain, ke teknologi android misalnya,
    jangankan ngomongin gaji, ngajak ikut projek yang model begini bikin jantungan…

    aku melihat masih begitu di indonesia, masih jarang aku temukan software house
    yang `programming based`, tapi cenderung ke `solution based`-yang artinya bisa beragam-.

    beberapa waktu awak dengerin podcast Ronald Widha di temanmacet.com,
    orang2 yang diwancarainya juga mantep2.
    contoh : http://www.temanmacet.com/2009/10/19-membuat-web-berskala-besar-bersama-wenas-agusetiawan/
    awak liat, selain focus `mainan utama`-nya,
    orang2 itu juga mampu tau hal2 pendukung mainannya..
    ini cuman opini lho ! .. 😀

  9. wah, kumat pikun gw, jd sprt ga nyambung 😀 :

    jadi awak melihat perusahaan diindonesia masih seperti ini.
    perusahaan di indonesia butuhnya orang yang bisa nyambung kesana sini karena
    kebutuhan mereka seperti itu (siapa yang menentukan kebutuhan ?)
    banyak juga perusahaan2 tertentu yang mempunyai jagoan, bukan ga ada..
    beda mental, perusahaan lebih ke solusi, programmer lebih ke apa yang ditahunya/dimilikinya.

    Jika perusahaan yang lae bilang diatas tadi ga dapet2 karyawan, setengahnya itu awak mensyukuri,
    karena dari hal tsb akan menimbulkan `masalah` dan memaksa munculnya wacana untuk nge-split tanggung jawab ke bidang2 tertentu yang spesifik -sprt yang diingini jagoan2 itu- . dan bagi perusahaan tsb dalam menuliskan sesuatu hal/ide/kebutuhan agar lebih diperhitungkan sdm karna tidak ada sdm handal yang mau..

    mental yang awak maksud sprt itu bung okto…

  10. Ya.., kalau di perusahaan non-IT akan lebih kompleks lagi. Karena mereka bisa dibilang buta tentang IT. *konteks ku di atas tadi adalah untuk perusahaan2 yang main di dunia IT

  11. Sangat wajar sih Mas kalo itu di perusahaan Non-IT *sama kaya saya bilang ke Adi di atas*.
    Tapi kalau itu adalah perusahaan yang bisnisnya di bidang IT (khususnya online), pola pandangnya harus diubah.. Kalo core business nya udah di IT, ya invest lah dengan benar di hal – hal yang berkaitan dengan IT nya.

  12. Tergantung pola pandang pihak manajemen juga sih Bill.. Kalau mereka mau serius di bidang online misalnya, itu kan ranahnya orang IT, jadi ya harus invest disitu dong.

  13. Ah ada lae Xidea… *jadi malu nih aku lae.. , yang komentar senior.. :D*

    Bener lae, pola pandang nya yang satu ; solusi, yang satu lebih ke programming nya.

    Lae Xidea ini nih contoh developer berkualitas, dan sekarang masih berada di perusahaan dengan nama besar kan lae? 😛

  14. Setuju banget dengan artikel ini, saya juga berpendapat seperti itu ..

    Singkat kata, programming is a mental work ..
    Menurut saya kalau mau cari developer, mulailah screening mentalitasnya dari sana kita bisa tau bagaimana dia bekerja/memecahkan masalah dan juga komitmennya

    Kualitas skill teknis perlu juga tp lebih penting mentalitas. Skill relatif lebih mudah dikembangkan ketimbang mental. Terbayang gimana “batu”nya developer koboi ? atau gimana loosernya developer yang mudah angkat tangan ? atau developer hebat tapi tidak komunikatif / egois?
    Saya lebih memilih developer yang skillnya biasa2 saja tapi punya metal yang baik, mau berkembang, dan etos kerjanya bagus. Dengan berjalannya waktu, skill developer tsb akan bertambah dan lingkungan kerjapun akan jauh lebih nyaman

    just my 2 cent

  15. Halo pak okto. Boleh dibilang saya setuju.

    Intinya sebenarnya perusahaan di Indo banyak yang belum siap mengelola bagian developernya. Kepala bagian development juga banyak yang masih belum ngerti development process. Padahal beliau yang ditugaskan untuk bertanggung jawab untuk mengelola produk.

    Saya tanya, berapa dari developer di sini yang development tanpa pakai metode apapun, tanpa source control, dan tanpa roadmap yang jelas? Alias chaos? Pasti banyak. Hanyoo ngakuu…

  16. entah mau koment apa lagi, bingung.
    sebenarnya saya bukan seorang developer, tp mungkin lebih pantas disebut sebagai seorang koboi, bisa mengembangkan dan menghasilkan uang dari coding yg hanya diperoleh secara otodidak.

  17. hahahha saya juga termasuk programmer koboi… soalnya belajar resmi PHP di bangku kuliahan nyaris ga ada.. tp sudah belajar sendiri dari tahun 2004.. saat ini kerja di perusahaan telekomunikasi di Medan dgn gaji dibawah 3jt..hiksssssss hiksssss dengar2 di jakarta bisa sampai 7jt gitu kata kawan dengan skill yang saya punya..

    mohon bantuan teman, kira2 dengan skill seperti di http://aplikasiphp.com/index.php/mycv ini, saya kira2 dapat gaji berapa ya di jakarta.

    Sebagai pertimbangan berikut list project yang pernah saya buat http://aplikasiphp.com/index.php/list_project