Analogi TV Kabel dan AdPop dari Telco Samakah?

imageIni adalah lanjutan dari tulisan saya sebelumnya mengenai AdPop Telkomsel. Thanks to Ari Wahyuutami, sekarang saya tahu istilah resminya adalah “interstitial ad” 😀

Ringkasan dari tulisan saya sebelumnya itu adalah “Tidak adil bagi pengguna telco jika mereka harus dikenai AdPop ini. Pengguna sudah bayar untuk mengakses internet.”  Lalu kemudian sebagian berargumen : “Bukankah analogi nya sama saja dengan TV Kabel. Kita sudah bayar untuk berlangganan, tetapi tetap saja acaranya yang kita tonton harus diselingi iklan? Atau analoginya seperti nonton di Bioskop, sudah membayar tiket, tetap aja harus melihat iklan sebelum film mulai”.

Sepintas analogi di atas terlihat benar ya? Oh iya ya.., di TV kabel nyatanya kita terima aja, di bioskop juga. Sama ya analoginya? BEDA.

Analogi di atas tidak pas dibandingkan dengan AdPop ini. Di TV Kabel dan Bioskop, betul kita memang bayar untuk berlangganan, dan tetap saja melihat iklannya. Tetapi ini karena “pemilik” film (content)-nya adalah TV kabel dan bioskop ini.

Pada dasarnya TV Kabel dan Bioskop ini memang menjual “konten”, bukan menjual jaringan. Adanya jaringan mereka (TV Satelit & Jaringan bioskop) adalah untuk memudahkan ke akses pilihan konten “milik” mereka ini. Dan konten ini pun sudah ada pilihan “menunya”. Kalau cuma langganan AXN, ya tidak bisa melihat film dari HBO. Kalau cuma beli tiket Iron Man, ya gak bisa nonton Star Trek. Kita tidak bebas memilih konten sesuka kita seperti halnya kita bebas memilih website apa yang ingin kita buka di internet

Sementara telco (operator seluler) dan juga ISP, mereka bukanlah pemilik kontennya. Jasa yang mereka jual memang jaringannya, bukan kontennya. Apalagi, dengan AdPop ini, si pemilik konten justru tidak dapat apa – apa. Sementara di Bioskop dan TV Kabel, pemilik konten sebenarnya (production house) memang sudah dapat bayaran dari mereka atas lisensi menampilkan konten ini.

Kalau TV Kabel mau dianalogikan sama dengan Telco, berarti di TV Kabel seharusnya kita pun bebas mengakses film apa saja. Karena di internet, kita bebas mengakses situs apa saja.

Kalau telco mau berbisnis dengan cara AdPop ini, sebaiknya mereka menganalogikan dirinya seperti TV biasa (TransTV, RCTI, SCTV, dll). Caranya (misal) :

  1. Berikan akses gratis ke situs tertentu (katakanlah Kompas.com, Detik.com, Facebook, dan Twitter).
  2. Silahkan jejali iklan di-sela sela perpindahan halaman tersebut.
  3. Silahkan ambil profit dari iklan – iklan tersebut.

Toh ini yang dilakukan Esia dulu bukan? Dengan paket ponsel dan pulsa yang dijual “terlalu murah”, tetapi setelah itu akan dikirimi SMS (bahkan ditelpon) iklan secara bertubi – tubi. *CMIIW

Jadi, sekali lagi, analogi TV Kabel dan Bioskop untuk mendukung praktek AdPop itu adalah salah menurut saya.  Kata kuncinya adalah : konten dan jaringan.

**istilah “pemilik” di atas memang kurang tepat, saya sulit menemukan kata pengganti yang tepat. Intinya yang disebut “pemilik” ini adalah mereka yang punya lisensi resmi untuk menerbitkan konten tersebut.

2 Comments

Add yours

  1. Ya. Di XL juga sdh ada interstitial ad. Sejak bbrp bulan lalu. Diantara page yg saya kunjungi, ads tsb hanya keluar ketika browsing ke detik.com. Ada note di bawahnya bahwa halaman itu tidak terkena biaya GPRS. Walaupun tidak terkena bayaran, saya merasa terganggu dengan ads ini. Terutama ketika ads page-nya error, jadi hanya blank. Dgn demikian link “skip this” tidak muncul. Dan kita terdampar di satu page kosong, dengan address bar tertulis alamat interstitial ads-nya. Artinya kalau direfresh akan tetap sama. Sangat mengesalkan. Saya berencana untuk komplain thdp hal ini ke XL.
    Btw, thx atas ulasannya. Keren!

  2. terima kasih atas ulasannya mas, akhirnya saya juga bisa mengerti cara kerja dari adpop ini. memang betul sangat mengganggu, apalagi pada saat kita menggunakan handphone.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *