Semalam saya akhirnya naik taksi lagi, karena butuh cepat, kelihatan BlueBird di jalan, langsung stop, terus berangkat.

Saya sebenarnya menghindari topik pembicaraan soal demo kemarin. Takut menyinggung atau salah paham. Karena saya kurang simpatik dengan aksi mereka. Tapi tak disangka, justru pengemudinya yang duluan mengajak saya berbicara soal ini.

Pengemudi (P): Lihat berita soal demo taksi kemarin, Mas?

Saya (S): Iya. Rame banget ya. (berusaha netral)

P: Saya ikut tuh, Mas. (bangga)

S: Oh gitu, dari perusahaan emang ngutus ya? (sekalian lah, saya tanya aja)

P: Enggak sih. Itu demo paguyuban pengemudi, perusahaan gak ada hubungan. Jadi tiap pool taksi ngirim 20 orang.

S: Tapi kok di jalanan kayaknya banyak banget, Mas?

P: Ya itu yang ikut-ikutan. Kalau yang resmi itu, di tangannya diikat pita hitam. Itu yang rusuh-rusuh itu bukan yang demo resmi, Mas.

S: Tapi tetep aja pengemudi BlueBird kan?

P: Yang seragam biru dan mirip kaya kami kan bukan BlueBird aja, Mas. Orang-orang main tuduh aja.

S: Lah, videonya jelas gitu kok. Orang justru jadi kurang simpatik karena jelas banyak bukti-bukti videonya, Mas.

..hening..

S: Tapi sebenarnya kalau Mas sendiri, apa sih yang dituntut soal Uber sama GrabCar?

P: Ya ijinnya, sama tarifnya, Mas. Tarifnya kok kaya gitu. Harusnya disetarain lah sama yang lain.

S: Kalau soal ijin, mungkin ya. Saya gak paham sih soal hukum. Kalau soal tarif, kenapa pengemudi gak minta ke perusahaan buat nurunin tarif ya? Biar sama gitu dengan Uber atau GrabCar?

P: Ya mana mungkin, Mas. Kami ini rugi terus sekarang sejak ada taksi online-online ini.

S: Saya gak tahu sih kalau misal diturunin, perusahaan jadi rugi atau enggak, tapi kalau lihat laporan keuangan perusahaan BlueBird sih, akhir tahun 2015 aja, keuntungannya udah 800-an miliar loh, Mas. Itu udah untung loh, Mas. Bukan pemasukan. Apa gak mending ngurangin keuntungan perusahaan biar pengemudinya gak pusing. Kasih promo, atau bikin aplikasi yang sekelas online-online itulah gitu.

P: (hening)

Lalu si pengemudi berganti topik

P: Saya ini langsung dari kampung Mas. Habis demo besoknya saya pulang kampung ke Tegal. Kemarin malem saya balik lagi, nyampe pool jam 1-an pagi. Tidur-tidur bentar, setengah tiga pagi sudah jalan. Dari jam 3 pagi tadi sampe sekarang saya baru dapat segini, Mas! Jarinya sambil menunjuk mesin argo. Disitu tertera 481 ribu. Waktu menunjukkan sekitar pukul 10.30 malam.

S: Berapa kali bawa penumpang tuh, Mas?

P: Ini.. (Dia mencet tombol di argo, terus terlihat angka 11). Nih, dari subuh sampai malam gini saya baru dapat 11 kali tarikan. Duit cuma segitu. Bensin 100 persen di tanggung pengemudi. Nombok saya Mas. Bukan saya aja, semua pengemudi sekarang sepi banget, Mas. Ini kan gak adil. Kasian kami, Mas. Mau makan apa kalau kaya gini terus.

S: Kenapa kok jadi sepi, Mas?

P: Ya itu.. yang online-online itu.

S: Tapi orang-orang pada pindah ke yang online-online itu karena apa?

P: Ya itu.., tarifnya gak adil.

S: Kenapa gak tanya sama perusahaan kenapa tarifnya gak disamain?

(hening)

Lalu dia berlanjut curhat, istrinya jadi marah-marah karena penghasilan kurang dan seterusnya. Saya duduk saja mendengarkannya sampai saya tiba di tujuan.

Catatan:

Tulisan ini dibuat bulan Maret tahun 2016, tak lama setelah demo besar-besaran itu. Baru saya post sekarang (2 tahun kemudian). Entah kenapa. Sepertinya lupa publish. Saat tulisan ini dibuat, Go-Car belum ada. Aplikasi BlueBird juga masih jelek sekali.

Kondisi sekarang (Maret 2018). Aplikasi BlueBird di Android sudah bagus banget. Saya pribadi lumayan sering pakai. Terutama fitur EasyRide nya (naik taksi tanpa pemesanan online tetap bisa bayar cashless lewat aplikasinya). Lalu yang unik, BlueBird justru sudah ber-partner dengan Go-Jek.

Pemasukan BlueBird (kode saham BIRD) juga terus turun. Tahun 2015 penghasilannya sekitar 800-an miliar rupiah, tahun 2016 turun ke 500-an miliar. Sampai dengan kwartal 3 tahun 2017, pemasukannya “baru” 300-an miliar.