Mempertanyakan Pendidikan Indonesia

13 thoughts on “Mempertanyakan Pendidikan Indonesia”

  1. setuju yg dibilang temenmu itu to. sebenernya sistem kita yang di tingkat sekolah menengah maupun kuliah “main hajar” dengan berbagai macam subjek yg dijejalkan itu adalah hal yang positif, dengan catatan korban (baca : mahasiswa) otaknya mampu menyerap SEMUA subjek, yg sebenernya gak semuanya perlu.

    saya beberapa kali tanya2 ama temen saya yang kuliah sarjananya di negeri kumpeni sini, dia bilang subjek yang dia ambil itu spesifik dan ditelaah dengan dalamnya. jadi gak semua hal dijejalkan, makanya dia ahli sekali di bidang yang ditanganinya itu. untuk beberapa kasus hal ini bs jadi bumerang, dimana mahasiswa akan menjadi tidak familiar dengan subjek lain, bahkan untuk jurusan yang sama. katakanlah untuk bidang saya yang teknik kimia, mereka yang hanya belajar katalisis akan sangat ahli di bidang itu, sedangkan mungkin di bidang biokimia tak begitu ahli, padahal untuk beberapa hal kedua ilmu tersebut akan sama-sama diperlukan.

    yah, semua hal pasti ada positif dan negatifnya, sekarang tinggal kita memanfaatkan sisi positif yang telah disediakan. meskipun rada skeptis juga sih. hehe.

    eniwe, tetep semangat ya to!!

  2. @chriz : Wahh, berarti berat juga dong persainganmu dengan temen – temen di Belanda? Ya..ya, selamat berjuang deh…

    @Yahya : he…he

    @infra : sama.

  3. @Romi : Saya sudah baca tulisan dan komentar – komentarnya Mas. Mungkin Mas Romi bisa menjawab pertanyaan saya di komentar tulisan tersebut?

  4. Saya milih masuk Ilmu Komputer murni karena tertarik sama komputer… Meski saya harus pontang-panting setengah hidup untuk bisa survive.. Huehehehe…

    Saya juga merasa miris dengan kurikulum di sini yang sering gonta-ganti…

  5. sebenarnya kalau kita runtut kesalahannya bukan pada sistem pendidikan Indonesia yang amburadul sih… tetapi juga mengenai individu individu sendiri yang menyebabkan sistem pendidikan yang gak terlalu bagus malah jadi tambah rusak saja….

    bayangin aja coba… kita terbiasa dengan mencontek diwaktu ujian… dan dosen terus menegur atau terkadang memberikan nilai E… padahal… coba kalau dosen tersebut berpandangan lain… mengapa sih mahasiswa tersebut kok mencontek…. apakah ada yang salah dengan cara mengajar kita yang mungkin membuat bosen mereka… atau terlalu banyak tugas yang saya bebankan pada mahasiswa saya… jangan jangan saya menerangkan pelajaran terlalu cepat dan gak jelas…

    kalau hal itu terpecahkan… sekarang gantian pada pihak mahasiswanya…. mereka terkadang menggampangkan dan menghalalkan segala cara… gak pake belajar yang penting ujian dapat nilai A.. atau tugas tinggal contek milik “sahabat” saja.. kan enak gak usah mikir…. mereka mintanya yang praktis dan cepat serta spontan ada… nih karena kita sering dijejali dengan produk produk berupa makanan yang cepat saji ataupun internet yang menyediakan berbagai keperluan yang ada sehingga kita seakan akan terbuai dengan semuanya

    kita melupakan apa itu kerja keras dan apa itu semangat….

  6. @chriz : kayaknya yang namanya spesialis itu malah punya nilai jual tinggi deh. contohnya nih, buat ngebangun sebuah rumah aja dibutuhkan beberapa spesialis. Tukang batu, tukang kayu, tukang cat, operator alat-alat berat, tukang finishing, sampai tukang ngebersihin rumahnya dilakukan oleh orang yang sama sekali berbeda. Gak kayak di Indonesia yang memang hobi buat “rangkap jabatan”…
    Mereka dibayar mahal untuk itu karena pekerjaan mereka memang mendekati perfect. Dan untuk kasus ini tukang batu sama sekali gak ngerti tentang gimana mengergaji kayu yang baik dan sebaliknya si tukang kayu gak ngerti gimana caranya masangin batu bata…
    ~saya sendiri bukan spesialis hiks..hiks..~

    @Alfaroby : eh, ada pak Haji…

    @okto : nunut komen boz…

  7. 4 chriz: disana kamu spesialisasinya apa?tapi jangan bagian keluar malam,kasihan anak kecil gak boleh keluar…

    tapi kalo dibilang spesialisasi kayaknya belum bisa dijalankan disini,karena kebanyakan kita juga kerja kebanyakan gak sesuai dengan bidang ato ilmu yang kita dalami dikuliah,misalnya seorang engineer yang seharusnya tahu mengenai hal-hal teknik tapi ketika dia bekerja dia ternyata jadi sales barang,kalo barang teknik masih bisa dimaklumi tapi kalo barang yang lain. dan itu tuntutan…

  8. @alfaroby : Karena itu aku pegang prinsip gak pernah mencontek waktu ujian.. Dan itu yg bikin aku tetap PD dengan nilai D ku, daripada dapet B tapi dengan banyak “aksi” waktu ujian. Eh iya, kamu masuk yang mana?

    @prabuwardhana : tentunya. Tetapi punya ilmu setengah2 dimana – mana juga adalah spesialis kan?

    @annes : nah.. itulah realita Nes.. *sedang mengalami yah? 😀

  9. Kurikulum di endonesa dari SD sampai perguruan tinggi sudah diajarkan untuk jadi supermen.
    Di dunia kerja pun kualifikasi SDM nya juga cari yang kayak supermen.
    Sayangnya yang bikin film Supermen itu kok malah amerika, bukan endonesa 😀

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *