Tag: Website

Mengapa Terjun ke Bisnis Online (Website) ?

Saya batasi dulu, yang saya maksud bisnis online (website) dalam tulisan ini : Bisnis yang pemasukan utamanya adalah dari online (misal : dari iklan di webnya, membership berbayar, dsb). Jadi yang bisnisnya utamanya adalah jualan produk dan online-nya “cuma” jadi tempat promosi saja dan transaksi tetap offline bukanlah yang saya maksud. Untuk yang berjualan di online (e-commerce, tiket, jasa reservasi, dll) juga bukan yang saya maksud. Kalau contoh riilnya, bisnis online yang saya maksud : Detik.com, Kaskus.us, KapanLagi.com, Koprol.com, Flickr.com, YouTube.com, Twitter.com, Facebook.com, Pinboard.in.

Nasihat

Oke, lanjut.. Nah jadi, sejak sekitar 5 tahun lalu, saya sering mengamati dunia bisnis online baik lokal maupun luar (tulisan2 jaman itu masih ada di blog ini). Beberapa “sabda” yang dari jaman itu hingga sekarang selalu saya dengar adalah : “Jangan ragu – ragu masuk ke bisnis online di Indonesia… Marketnya sangat besar.., potensi bisnisnya juga sangat besar.. bla..bla..”. (1)

Kemudian biasanya diikuti dengan nasihat : “Inget, bisnis online itu tidak melulu sumber pendapatannya dari iklan, masih banyak model bisnis lainnya, misal : layanan berbayar (seperti 37signals.com), konten premium (seperti DetikPortal.com), and the bla.. and the bla..” (2)

Anehnya, paradoks dengan nasihat di atas, pihak – pihak yang sama (luar negri maupun lokal) juga mempopulerkan ini : “Budget beriklan di online itu sekarang naiknya pesat sekali.., sudah naik jadi _sekian_ persen.” Atau yang seperti ini : “Ada sekian Milliar rupiah budget iklan dari perusahaan – perusahaan di Indonesia dan tiap tahun makin besar nilainya. Hampir semuanya masuknya kesitu – situ juga (portal berita), jadi peluang nya masih besar..” (3)

Skeptis

Teman – teman saya mungkin menganggap saya selalu pesimis soal dunia bisnis online Indonesia. Tapi, saya sendiri sebenarnya merasa saya mengambil sikap skeptis, tapi tetap optimis. Nah berhubungan dengan 3 poin di atas, ini yang mau saya bahas :

(1) Iya.. benar.. marketnya besar.. ada 30-40jt-an pengguna internet di Indonesia (di tahun 2006 dulu diperkirakan baru ada 18jt). Untuk poin ini saya setuju.

(2) Nah untuk poin ini saya masih skeptis. Saya jaman dulu sempat memegang teguh nasihat (2), sehingga sebegitu bencinya saya dengan banner-ads. Seperti di film The Social Network itu, mereka juga anti banget dengan banner ads toh.. (waktu nasihat itu saya dengar, Friendster masih jadi raja soc. network). Tapi nyatanya memang sumber pemasukan paling real itu ya iklan (ads), entah apapun itu bentuknya : tulisan berbayar, banner image, teks, contextual text, link dsb.Β  (Facebook pun sekarang memasang ads toh… Twitter juga menampilkan ads (dalam bentuk promoted hashtag)).

Iya saya tahu.. kalau efektifitas banner ads itu (katanya) cuma sekitar 2,8%, tapi itu bukankah kalau usernya nggak targeted?Β  Kalau ngiklan obat diabetes di situs komunitas penderita diabetes lebih efektif dong harusnya ya.. Toh.. situs e-commerce juga (katanya) tingkat konversinya juga paling pol cuma 2%.. bahkan untuk yang sekelas Bhinneka.com yang sudah dipercaya.

Pertimbangan lainnya, situs yang secara trafik memang luar biasa : Detik.com, Kaskus.us, KapanLagi.com, LintasBerita.com dll, sumber pemasukannya dari iklan juga bukan? Kompas.com (yang dibackup group sebesar Kompas Gramedia) pun 70% pemasukannya disumbang oleh halaman depannya (saya lupa baca soal ini dimana), yang berarti 70% nya itu sudah pasti ads (atau saya yang salah tangkap?). Read More

Solution and service to the customer is the most important thing. Technology doesn’t count.

“Well, for me, the solution n service to the customer is the most important thing. Technology doesn’t count.”
– Denny Santoso (founder SixReps.com)

πŸ˜‰

MindTalk.com – Social Media Baru Buatan Lokal

Sebenarnya saya sudah lama ingin menuliskan tentang ini, tapi saya cukup mengerti jika MindTalk.com sendiri saat itu memang belum ingin dipublikasikan. Tapi berhubung rekan – rekan saya disana sudah sering mempublikasikannya di Twitter mereka, saya rasa tidak apa – apa saya menuliskannya sekarang πŸ™‚

Apa itu MindTalk.com ?

MindTalk.com adalah salah satu besutan baru dari Merah Putih Incubator (MPI) (grup yang menaungi DailySocial.net, InfoKost.net, KrazyMarket.com, LintasBerita.com, dst).Β  Kalau ditanya apa itu MindTalk (MT)? Penjelasan resminya ada dihalaman “About”-nya http://www.mindtalk.com/static/about. Tapi kalau versi saya MindTalk.com adalah : Twitter + Facebook Group dengan konsep seperti MIRC :D. Persisnya kaya apa? Register aja.. Ha..ha..Β  *nyooh skrinsutnya :

Awalnya MT adalah proyek pribadi dari Robin (@anvie – tetua tim developer), dan konsepnya sebenarnya simpel, bagaimana menghadirkan MIRC dalam versi website. Saya pernah menggunakan versi originalnya sewaktu masih bernama Digaku. (Saat tulisan ini dibuat halaman “About” MindTalk sendiri masih menggunakan nama Digaku.) Pada perkembangannya, Digaku mengalami penambahan fitur – fitur baru : profil yang lebih detail, points, upload video, like, dst.. hingga menjadi seperti saat ini dan menggunakan nama MindTalk.com.

Siapa di Belakang MindTalk.com? Read More

[Update] Portal Iklan yang “Mungkin” Ada Beritanya

Inget jaman dulu Detik.com sering disindir – sindir, sebagai “Portal Iklan yang Ada Beritanya..” ?. Setelah redesign, agak mending memang. Dan Budiono Darsono (Pimred Detik) pun pernah bilang di blognya, di halaman depan Detik hanya akan ada 14 banner. Waktu itu saya iseng sempat hitung, dan jumlahnya memang 14. Enggak tahu kalau sekarang.

Tapi kemarin saya lebih kaget lihat KapanLagi.com, beginilah tampilannya :

Lebih – lebih dari Detik.com jaman dulu menurut saya, maka istilah ini mungkin pas : Portal Iklan yang “Mungkin” Ada Beritanya

Ya, saya mengerti, mereka juga diburu target sales, dan memang bagaimanapun model bisnis online di Indonesia saat ini yang paling jelas ya itu, banner iklan.

UPDATE

Ada komentar yang masuk tertulis dari Tim KapanLagi.com di bawah. Thanks sudah mampir *terharu*..

Anyway.., saya rasa dengan pengalaman Tim KapanLagi yang tentunya sudah senior di jagad online Indonesia, mereka pasti mampu menemukan model bisnis lain (yang mungkin masih seputar iklan), tapi tanpa merusak kenyamanan membaca di website mereka sendiri. Tapi memang keputusan itu harus datang dari puncak manajemennya. Karena sering saya menemukan kalau ternyata tim sales, tim redaksi, ataupun tim developer sebuah website sebenarnya menyadari hal ini, tapi apa daya toh yang memegang keputusan puncak tetep bukan mereka.

Kasak – Kusuk KASKUS

Eh.., singkatan Kaskus itu emang Kasak-Kusuk bukan? πŸ˜€

Ok, mungkin anda – anda juga sudah dengar, ada “sedikit” kisruh di Kaskus. Banyak moderatornya yang mengundurkan diri. Banyak beredar isu soal asal muasalnya pengunduran diri ini. Silahkan googling sendiri yah.. πŸ˜›Β  DailySocial.net ada nulis soal ini juga. Nah sebagai informasi saja, para moderator di Kaskus ini (yang tugasnya mendelete postingan SPAM, penipuan, SARA, nge-ban orang dll itu) adalah sukarelawan, volunteer. Jadi mereka bukan pegawai Kaskus (walaupun mungkin ada pegawai Kaskus yang jadi moderator).

Mungkin anda – anda juga sudah pada tahu, Kaskus di penghujung tahun 2010 lalu menerima investasi dari GDP (sebuah anak perusahaan dari Grup Djarum), dan gosipnya nilai investasinya sangat besar. Di beberapa tempat bahkan ada yang menulis nilainya hingga ratusan milliar. Baik Ken (CEO Kaskus), Andrew Darwis (CTO & Founder Kaskus), maupun Martin Hartono (bosnya GDP, anak dari Budi Hartono *orang terkaya no 2 di Indonesia) tidak mau menyebutkan angka sebenarnya.

Oke, balik soal moderator tadi. Kenapa mereka mau jadi sukarelawan? Karena dulu Kaskus itu berasa banget komunitas. Orang – orang saling bantu demi menjaga komunitas itu tetap bersih. Lagipula di masa itu Kaskus masih belum bergelimang pemasukan seperti sekarang. Jadi mereka saling bahu – membahu agar komunitas ini bisa terus ada dan makin besar.

Hal ini agak sedikit berubah, ketika (kalau tidak salah) tahun 2009, Kaskus di-revamp. Orientasi Kaskus saat itu sudah mulai melek secara bisnis. Dan secara positioning Kaskus sudah menjadi “Social Media”, seperti halnya Facebook, Twitter, Plurk, dll. Tapi, saya juga tidak tahu apakah saat itu ada gonjang – ganjing di dalam Kaskus setelah revamp ini.

Lalu, setelah investasi dari GDP tadi masuk, makin jelas lagi lah kalau sekarang memang Kaskus itu sebuah unit bisnis serius. Jadi bukan “Sebuah platform komunitas online yang yaaa… kalau ada penghasilan bagus, kalau enggak ya kita bantu bareng – bareng” (sebuah image yang saya tangkap dari Kaskus jaman dulu).

Jadi gonjang – ganjing moderator resign itu ada hubungannya dengan ini? Tentunya ada. Persisnya? Enggak tahu juga.. Ha..ha..

Komunitas

Pernah dengar Reddit.com? Atau HackerNews (news.ycombinator.com) ? atau 4chan.org ? Kalau belum pernah dengar, silahkan kunjungi masing – masing situs itu, tapi nanti aja ya.., sekarang lanjutkan baca tulisan saya aja :D. Nah, ketiga situs itu adalah situs – situs yang nuansanya sama kaya Kaskus jaman dulu. Mereka bener – bener kuat komunitasnya. Lalu apakah mereka tidak jadi unit bisnis profesional? Untuk HackerNews saya rasa tidak, karena sebenarnya itu cuma layanan dari YCombinator saja. 4chan.org? Setahu saya tidak.Β  Kalau Reddit iya, dia dibawah perusahaan Conde Nast.

Tapi walaupun Reddit itu bisnis yang profesional, bisa dilihat di webnya, kesan “looking for profit”-nya tidak begitu kerasa. Ya mungkin karena di US, bisnis online sudah lebih dewasa, jadi banyak pilihan lain untuk mendapatkan profit selain lewat iklan. Read More

YogYES.com ReDesign

Di tengah gegap gempita startup – startup yang sedang *beradu-pitching* di Singapore, dan hebohnya berita akuisisi Koprol dengan Yahoo, situs YogYES.com akhirnya meluncurkan desain baru situsnya, tepat pada Hari Kebangkitan Nasional kemarin. Silahkan kunjungi situsnya untuk lebih jelasnya.

Yang mau wisata ke Jogja, pasti lebih lengkap kalo sudah baca YogYES.com πŸ˜€Β  *duuhh.. bahasanya iklan banget yah.., padahal ini bukan iklan.. ha…ha.

Mungkin pemain – pemain *baru* di dunia startup tak begitu mengenal YogYES.com. Tapi, perlu dicatat, YogYES adalah bisnis nyata. Memang tanpa bumbu Venture Capital dan akuisisi. Karena memang tidak semua makanan harus berbumbu sama toh. πŸ˜‰

Ok, jangan keburu bilang saya skeptis dengan gegap gempita di jagad startup Indonesia sekarang. Saya senang, sungguh. Ini kemajuan.. Yang mau saya bilang, tidaklah harus semua jalannya seperti itu. Bisnis dunia web itu masih mungkin terjadi dengan self funding.

Terkait : Yogyakarta Cocok untuk “Tourist” atau “Traveler” : http://cetak.kompas.com/read/2010/09/27/15502752/yogyakarta.cocok.untuk.tourist.atau.traveler

CATATAN: Tulisan ini dibuat bulan Juni 2010 lalu. Saat lagi rame – ramenya Echelon di Singapura. Tapi baru dipublish sekarang karena beberapa alasan πŸ˜‰

Website belum akan Mati

Beberapa waktu lalu seorang teman mengirimkan link artikel dari WIRED Magz. Itu memang artikel kontroversial di jagad maya. Artikel itu mengatakan intinya “Website is Dead, Welcome Apps”. Alasannya sederhana, dengan ilustrasi seperti ini : Ketika anda bangun di pagi hari, anda buka Facebook. Tapi bukan website nya kan? Di tengah jalan menuju kampus atau kantor, anda kadang check-in di Foursquare (lagi – lagi bukan di websitenya juga kan?), tapi melalui aplikasi mobile yang tersedia.

Lalu.., ketika anda terjebak macet di jalan, anda chatting dengan teman anda, via Yahoo Messenger, ataupun Blackberry Messenger. Ya kedua aplikasi ini juga menggunakan internet, tapi bukan website. Sampai di kantor, atau kampus, mungkin anda masih melanjutkan aktifitas dengan membuka laptop, dan mengecek account Twitter anda. Tapi tidak dengan mengunjungi webnya langsung, melainkan menggunakan aplikasi TweetDeck, Echofon, ataupun DestroyTwitter.

*eh, anda tidak melakukan aktifitas seperti di atas? Hmm.. ok, kebanyakan orang Indonesia memang tidak. Tapi sepertinya di luar negri seperti itu.

Seorang teman saya yang lain, setuju dengan artikel tersebut. Menurutnya orang – orang akan tetap menggunakan internet, dan penggunanya makin besar, tapi via aplikasi, bukan websitenya.

Menurut Saya

Menurut saya sih tidak. Website belum akan mati. Ia akan tetap hidup dalam jangka waktu yang cukup panjang (kecuali ada penemuan baru di bidang teknologi internet). Paling mungkin sih, berevolusi jadi bentuk lain. (mungkin website yang lebih interaktif seperti layaknya Flash. Apalagi sekarang sudah gencar HTML5).

Ilustrasi paling sederhana menurut saya begini :

Jika anda pengguna internet (aktif ataupun tidak), pasti anda pernah menggunakan layanan search engine. Katakanlah, Google, atau Yahoo. Bayangkan jika setiap website akhirnya menjadi aplikasi. Ketika anda mengklik suatu hasil pencarian, anda harus menginstall aplikasi nya dulu baru bisa menggunakannya dengan mudah. Nyamankah?

Contoh lebih mudah. Kalau web akhirnya mati. Hapuslah web browser dari perangkat mobile anda. Silahkan menjelajah internet..Β  Susah? Kenapa? Karena akses anda menuju internet terkungkung pada aplikasi yang tersedia. Dengan kata lain, kita membalik lagi yang dulu mudah, sekarang menjadi susah.

Jadi, website itu tidak akan mati, walaupun apps semakin bermunculan. Dia hanya akan mencari titik seimbang. Sama seperti waktu televisi diciptakan, orang – orang meramalkan radio akan mati. Kenyataannya tidak. Begitu juga saat portal berita online “mewabah”, orang – orang bilang koran akan mati. Tentunya tidak. (memang ada beberapa penerbit koran yang mati), tapi secara umum koran tidak mati. Tetapi sedang mencari titik keseimbangan.

Hukum Keterbalikan

Hal – hal yang tadinya berwujud aplikasi, akhirnya dibikin web based (Email, Chat, Game, Project Management Software, dll). Dan sekarang apa – apa yang ada di website, dibikin aplikasi (Facebook, Twitter, dll).

Kaskus di Sekitar Kita

Kaskus LogoDari jaman kuliah, saya sering bercerita kepada teman – teman saya tentang dunia online, mulai dari startup – startup di luar negri, sejarah Google, Facebook, eBay, Digg, Flickr dll sampai dengan situs – situs lokal. Saya bercerita tentang Detikcom, dan beberapa situs “startup” dari Indonesia (kala itu). Tapi saya tidak pernah bercerita tentang Kaskus. Tidak ada orang dalam Kaskus, atau eks orang dalam Kaskus yang saya kenal kala itu, saya tidak punya informasi lebih jauh. Kala itu kebanyakan dari teman – teman saya cuma mendengarkan sambil lalu, beberapa cukup antusias (maklum kampus saya bukan kampus IT, isinya para calon engineer).

Kosakata di Kaskus memang sudah familiar dengan saya sejak tahun pertama masa kuliah saya. Sebutan Agan, Cendol, Repsol, dll cukup familiar, walaupun hampir tidak pernah saya gunakan, karena saya bukan kaskuser. Tapi tidak dengan FJB (Forum Jual Beli – Kaskus). Saya malah baru sadar keberadaan FJB sekitar tahun 2006.

Ketika saya mengisi sebuah sesi diskusi dengan mahasiswa informatika, di sebuah kampus di Jogja, saya bahkan tidak pernah menyebut Kaskus. Mereka yang sering saya sebut : Detik, Politikana, PortalHR, Penonton.com, DagDigDug, Asia Blogging Network, Cerpenista, dll.

Tapi lihat dan dengarkan sekarang. Tiga dari teman – teman kuliah saya yang bukan penggiat dunia online itu sekarang bekerja di Jakarta. Dan ternyata sudah pernah berbelanja di Kaskus. Dan anda tahu apa yang mereka beli? Ketiganya membeli sepeda motor di FJB !Β  Wow, saya cukup kaget mengetahui bahwa mereka ternyata sangat percaya dengan forum terbesar di Indonesia ini.

Itu masih untuk jual beli barang. Yang lebih terasa adalah faktor kultural. Di tempat saya dulu bekerja, saya dan teman – teman kantor bisa menyebut satu sama lain dengan panggilan standar : lu, gue. Tapi belakangan bergeser jadi : agan, ane, hingga sekarang. Saya tadi bertemu salah satu teman saya itu, dan tanpa sadar masih menggunakan : ane, agan. Uniknya, ini berlangsung di depan salah satu petinggi Kaskus.

Ok, mungkin ada yang berpendapat karena kami sama – sama aktif di jagad online, wajar kultur itu terbawa. Tapi, eitss.. nanti dulu. Barusan saya chatting dengan seorang teman lama. Dulu saya kenal teman saya ini di Jogja, waktu cewek ini masih duduk di kelas 2 SMA. Sedangkan saya waktu itu sudah berada di ujung tanduk (baca: semester akhir).

Saya sudah cukup lama tidak kontak dengan cewek satu ini. Tadi, via YM, chit – chat berlangsung kesana kemari dengan gaya bahasa yang berganti – ganti, hingga sampai di gaya bahasa Kaskus, dan sejak itu tidak berganti lagi. Ajaib! Seakan – akan tanpa sadar kami mengamini bahwa gaya bahasa ini yang paling cocok. Walaupun dia bukan tipikal penggiat dunia online seperti saya. (Yes, even girl speak Kaskus now..)

Saya dan teman – teman kuliah saya dulu itu (yang sekarang sudah menjadi engineer beneran), juga sama. Waktu kami main billiard, satu sama lain menggunakan gaya bahasa Kaskus. Yang entah mengapa membuat hawa permainan menjadi lebih menarik.

“Gan.., ane mau masukin bola sembilan gak bisa tuh gan. Mungkin bawah ane bisa gan..”

Di Facebook pun saat mengisi komentar di profil teman, seringkali keluar gaya bahasa Kaskus ini. Hanya kebetulan? Atau memang kultur dari Kaskus ini sudah mewabah dimana – mana (dalam arti positif)?

DEWA aja bikin lagu buat Kaskuser :

Agankuu.. Kumohon.. Tetap disini..

Temaniii.. Hot trit ku.., yang baru naik..

*kriukk..*

Link Terkait : Slank dan Kaskus

Cari Developer Itu Susah Kawan !

Masih berkaitan dengan Indonesia di TechCrunch. Ada banyak poin yang bisa dijadikan catatan. Saya menyoroti satu hal : Ternyata yang sulit di Indonesia itu adalah mencari developer, bukan pendanaannya !

…Instead, the pain point is finding developers. In Indonesia, developers are considered an entry level position, not a lucrative career path. Most companies have to invest six months or so in training the talent they need, making scaling up a challenge.

Hah?! Dengan sekian banyak website bertema programming dan development (khususnya web), belum lagi milis – milis. Ternyata susah mencari developer?!!

Oohoo.. Bukan berita baru sebenarnya. Tanyakan pada mereka yang mencari programmer, berapa lama waktu yang diperlukan untuk mendapatkan programmer berkualitas? Sebuah perusahaan dari grup bisnis yang sangat besar di Indonesia, dalam waktu 6 bulan pun masih belum bisa mendapatkan satu orang programmer web, dengan spesifikasi standar.

Lalu apa penyebabnya ? Saya coba rangkum. (silahkan tambahkan di kolom komentar kalau anda punya masukan baru)

Gaji

Isu sangat sensitif ini. Dan seringkali jadi pertimbangan utama (ya sama lah dengan lowongan kerja lainnya). Ada yang menawarkan standar salary yang tidak masuk akal untuk standar hidup di Jakarta. Tapi berhubung perusahaan ini punya label nama yang mentereng, banyak yang rela mengantri (sebelum akhirnya pun mengantri untuk resign).

Ada juga yang minta minimal requirement kaya dewa (yah.., para developer pasti tahulah), tapi dengan gaji standar UMR.

Nama Besar

Lalu, apa tidak ada yang menawarkan gaji besar? Ohh ada.. Tapi minimal requirement nya tinggi ya? Tidak juga..Β  Tapi kok gak dapet – dapet programmernya?

Nah sama juga seperti lowongan kerja lainnya. Nama besar penting. Kalau perusahaan ini masih baru (khususnya startup) mereka yang punya kualitas tinggi pun tetap akan membandingkannya dengan lowongan sejenis dari perusahaan yang punya nama besar. Apalagi kalau multinational company. Apalagi kalau oil & gas company.. (jujur..!) Read More

Indonesia di TechCrunch

Sekitar tahun 2007, saya tahu TechCrunch pertama kali. Waktu itu cuma bisa ngiler aja lihat berbagai startup diulas di TechCrunch. Sama juga seperti pembaca TechCrunch dari Indonesia yang lain, sebagian besar pasti berpikir : Kapan ya, startup dari Indonesia masuk TechCrunch [TC] ? Saya berpikir, ah paling cepat 5 tahun lagi.

*Yang belum tahu tentang TC, bisa dibilang TC ini kiblat informasi tentang startup (yang sebagian besar memang startup dunia online).

Dan akhirnya, beberapa hari lalu pertama kalinya TechCrunch membahas startup Indonesia (ya karena dibeli Yahoo tentunya). Dialah Koprol, sebuah microblogging berbasis lokasi, yang sering dibanding – bandingkan dengan FourSquare (yang memang jauh lebih besar). Hey.., ternyata gak sampai 3 tahun sampai akhirnya pikiran saya itu terwujud.

Dan hari ini, tepat saat hari raya Waisak, TC menulis spesial tentang startup di Indonesia. Silahkan baca lengkapnya di TC.

Pesimis ?

Saya sempat rada pesimis dengan desas – desus maraknya startup dari Indonesia? Kenapa? Read More

Ide : HargaHarga.com ?

Setelah membaca tulisan Rama yang menyinggung Blippy.com saya jadi teringat tulisan saya beberapa waktu lalu tentang ide – ide website yang mau saya tulis disini. Karena toh saya tidak mewujudkannya, dan pasti ada juga yang kepikiran dengan hal yang sama, jadi di share disini mungkin bisa membantu mereka yang sedang mewujudkannya.

Dari tulisan Rama tentang Blippy.com tadi, konsepnya kurang lebih kaya Twitter. Kalau Twitter bertanya : “What are you doing?”, Blippy menanyakan : “What are you buying”.Β  Jadi nanti di situs ini kita bisa dapat informasi tentang barang – barang yang sedang laris dibeli, harganya, dimana membelinya. Rama sendiri dulu pernah ikut membangun situs yang punya ide dasar sama, walaupun tidak jadi diteruskan.

Saya pun dulu punya ide yang agak – agak mirip. Sekitar dua tahun lalu. Konsep saya dari dulu selalu sama untuk membuat website : Buatlah sebuah website yang membantu orang menyelesaikan masalah mereka, seperti saran dari errr… kalo gak salah Paul Graham dari Y Combinator. Nah waktu itu masalah yang paling kerasa buat saya : sulitnya menemukan informasi harga barang yang cukup akurat, untuk lokasi tertentu.

Terbersitlah ide untuk membuat sebuah website yang bisa mengakomodir hal itu. Kebetulan waktu itu saya baru ngulik CakePHP. Jadilah dibentuk dummy webnya dengan desain copy-paste plek.. dari delicious.com. πŸ˜› (cuma di localhost kok).Waktu itu sempat terpikir akan dinamai HargaHarga.com *he..

Cara Kerja

Konsep webnya : Setiap orang yang sudah register, bisa memasukkan informasi sebuah produk (barang/jasa), lengkap dengan harganya (wajib) dan lokasinya (baik online ataupun offline). Dengan begitu ketika ketika mencari informasi harga sebuah produk di sebuah daerah, kita bisa mendapatkan kisaran harganya.

Tidak semua input user langsung publish, tapi dimoderasi. Awalnya tim dari web ini sendiri. Belakangan dengan mengangkat user yang aktif untuk menjadi moderator. Mungkin kaya Digg atau Kaskus kali ya?

Masalah

Masalah paling besar tentu saja SPAM. Website dengan user generated content itu adalah gula yang tertumpah dilantai dan siap diserang semut – semut SPAM. Terutama Human-SPAM. Selain itu masih disulitkan dengan akurasi. Bisa jadi kebanyakan user cuma akan memasukkan informasi produk, tidak dengan detail harga. Semata – mata untuk promosi dan berbagai alasan lainnya. Ya, lebih ke masalah teknis sih (walaupun sebetulnya masih bisa diatasi dengan upaya yang tidak super sulit).

Model bisnis

Tentu saja.., jawaban paling mudah dan paling gampang ditebak : Iklan. Selain itu kerjasama untuk penyediaan data, entah lewat API atau apapun. Masih banyak beberapa model lagi. Tapi yang paling masuk akal dan paling cepat direalisasikan, tetep : iklan.. πŸ™

Konsep

Intinya, kalau orang – orang ingin nyari informasi harga sebuah produk (barang / jasa), datanglah ke web ini. Ah iya, situs ini ditujukan buat lokal Indonesia.

Lalu kenapa saya tidak jadi meneruskannya? Entahlah πŸ˜€

Ada yang mau merealisasikannya? Atau justru ada yang sudah mulai? Kalau iya tinggalin komentar di bawah yah..

[Update]

Dari info bung Benny Chandra, ternyata memang udah pernah ada situs sejenis, dan domainnya? HargaHarga.com ! Ha..ha.. Ini halaman webnya yang sempat terekam : http://web.archive.org/web/20030210191706/http://hargaharga.com/

Tapi sepertinya masih belum user generated content. Dan entah mengapa sekarang situs itu udah mati. (yang ada sekarang, domain parking)

Web Developer Basic Knowlegde

Berikut item – item dan contohnya :

– Server Side Programming language (PHP, Python, Ruby, dll)
– Front End Scripting Language (HTML, CSS, JavaScript, dll)
– Framework (CakePHP, Django, Ruby on Rails, dll)
– JavaScript Framework (JQuery, Mootools, ExtJS, dll)
– Database Server (MySQL, PostgreeSQL, dll)
– WebServer (Apache, Nginx, dll)
– Revision Control System (Subversion, Git, dll)

Untuk tiap item itu, kuasai salah satu aja (dengan dalam) tidak usah semuanya, bisa mabok ntar..

T : Tapi kok ada lowongan yang mensyaratkan bisa semua yang ada di contoh tiap item itu? Malah kadang nambah diminta bisa VB, .NET, Java, sampe Cisco segala?
J : Mmmm… Ada juga lho yang mensyaratkan bisa perbaiki genteng bocor..

*yangpentingupdateblog*