Dulu saya pernah baca prinsipnya Chicago Tribune, “It is better to be the last than wrong..”. Di sebuah buku yang ditulis wartawan senior Kompas, disebutkan juga tentang prinsip dasar jurnalisme “Get it first ! But first, get it right”.
Dari kedua prinsip di atas terlihat jelas bahwa keakuratan berita itu sangat tinggi nilainya. Jangan sampai karena buru-buru ingin jadi yang pertama (breaking), informasinya justru jadi melenceng.
Detik.com, seperti kita sama – sama tahu, terkenal sebagai pelopor situs yang mengabarkan suatu kejadian pertama kali. Suatu kejadian dengan sepotong – sepotong informasi dikeluarkan secara bertahap. Kalau tidak salah istilahnya “developing stories”. Bagus sebenarnya, kita jadi bisa mengikuti perkembangannya, dan situsnya semakin sering dikunjungi. Win-HT deh.. Eh.. win-win maksudnya. Hehe
Masalahnya, seringkali potongan – potongan berita ini tidak akurat. Saya terlalu malas untuk mencari contoh – contoh beritanya. Tapi seingat saya sering.
Salah satunya kejadian penyerangan massa FPI ke massa AKKBB saat mereka mengadakan peringatan hari lahir Pancasila di silang Monas. Potongan berita keluar dengan berkali-kali salah menyebutkan singkatan AKKBB.
Beberapa teman saya bilang “Detik itu kaya status Twitter aja, pendek-pendek. Sebenarnya judul doang aja bisa. Soal isi, ya gak bisa dipegang akurasinya.”
Saya yakin Detik tahu pandangan orang tentang mereka. Tapi, justru Budiono Darsono (pendiri Detik) pernah menuliskan (saya lupa di blog, di Twitter, atau di kolom komentar). “Ya kalau mau konfirmasi dan cross check dulu, namanya bukan detik.com, tapi jam.com, atau minggu.com”. Jadi memang ini direstui, dan bisa jadi malah jadi acuan utama cara mereka menyampaikan berita. Seperti inilah media online yang mereka harapkan.
Saya rasa prinsip ini berbahaya. Jika ada kejadian yang berbau SARA, kemudian atas nama “yang tercepat memberitakan” akurasinya salah, apa tidak berbahaya jadinya? Misinformasi itu biang keladi banyak kerusuhan di negara ini bukan?
Tapi.., saya sadar juga. Kalaupun Detik.com tidak memberitakan sepotong-sepotong dan kurang akurat, akan ada banyak juga media – media lain yang melakukan hal seperti ini. Apalagi dengan maraknya media-media online yang isinya berita yang dipelintir, dan dimodifikasi sesukanya, ditambahi bumbu konspirasi dan HOAX. Sedihnya, berita-berita dari media-media online gak jelas itu justru sering diforward oleh mereka yang secara akademis berpendidikan tinggi.
Bagaimanapun, saya tetap memihak prinsip “Get it first, but first, get it right”.
dulu saya pernah ngobrol sama orang detik. mereka bilang konsep detik.com adalah seperti running news, jadi kalopun salah akan dibetulkan pada berita selanjutnya. itu sebabnya kadang di detik beritanya sepotong2 dan terkadang kurang akurat.
Iya, yang saya dengar juga persis begitu. Cuma, dalam jeda antara berita pertama dan berita kedua yang direvisi, bisa ada implikasi besar bukan? Misal berita yang sarat dengan SARA. Atau berita tentang bursa. Pasar cepat sekali bereaksi.