Menanggapi tulisan dari Om Sambalewa tentang seruan agar Indonesia “boros energi”.
Saya pernah mengambil kuliah Kebijakan Energi dan Energi Terbarukan. Walaupun tidak menguasai semuanya, tetapi saya tahu sedikit – sedikit. Ada beberapa hal yang membuat mengapa penggunaan Energi Surya sebagai sumber energi utama cukup sulit. Inilah beberapa alasannya :
- Panel surya relatif mahal harganya. Di India sudah pernah diterapkan. Bahkan pemerintahnya menetapkan program “Power for All 2012”. Di dalam program ini tiap rumah diharapkan mendapatkan sumber listrik, dengan tetap menggunakan minyak sebagai sumber energi utama. Pemerintah India sendiri tahun 1987, melalui Kementrian Sumber Energi Non Konvensional (MNES) – nya telah membentuk Indian Renewable Energy Development Agency Limited (IREDA) untuk membantu pengembangan teknologi energi terbarukan (surya, angin, hidro, biomass dan energi laut). Nah MNES dan IREDA inilah yang mensubsidi biaya pembeliar SolarCell sehingga harganya di penduduk menjadi cukup terjangkau.
- Efisiensi energi surya untuk jadi listrik sangat kecil.. Kalau tidak salah tidak sampai 40%. Bandingkan dengan nuklir yang bisa 60% lebih.. π . Perbandingannya adalah 14 juta sistem PV yang telah diinstalasi di India, “hanya” mampu menghasilkan listrik dengan kapasitas 335 MW. Sementara satu PLTN bisa menghasilkan listrik 30 GW selama 60 tahun. *lho kok nuklir lagi..? π
- Efisiensi paling tinggi di daerah yang sekitar garis tropis. Sementara P.Jawa yang mengkonsumsi energi listrik paling besar tidak berada dekat garis khatulistiwa. Kapasitas listrik terpasang dari PLN untuk Jawa-Bali tahun 2002 saja sudah 18 GW, dengan beban puncak 137 GW. *akhirnya lihat lagi catatan & tugas kuliah.. hi..hi..
- Efisiensi paling besar jika matahari pada posisi yang tepat dengan panel surya penangkap sinar. Untuk itu berarti panel surya harus dibuat otomatis mengikuti posisi matahari. Teknologinya cukup membengkakkan biaya. *lirik bung Pogung177 yang skripsinya seputar ini :D..
- Karena matahari tidak bersinar 24 jam, maka dibutuhkan media penyimpan. Paling dekat ya aki. Dengan begitu jika Indonesia mengandalkan energi surya untuk sumber utama energinya, setidaknya tiap rumah punya satu aki dengan daya tampung yang cukup besar. Kenapa harus cukup besar? Karena jika daya tampungnya kecil, jika 1 hari saja matahari tidak bersinar cerah, maka listrik di dalam aki akan segera habis, dan semua peralatan listrik yang digunakan (kompor listrik, tv, setrika, pompa air, dll) otomatis tidak bisa bekerja. Otomatis ngeblog pun terganggu.. π
Lalu apakah di Indonesia Energi Surya tidak bisa dimanfaatkan ?
Tentu saja bisa. Saat ini saja sudah banyak tempat di Indonesia yang memanfaatkan energi surya sebagai sumber energi listrik. Hal ini diterapkan dengan penyediaan listrik perdesaaan melalui sistem mini-grid atau solar home system (SHS).
Tetapi SHS ini bukan sebagai sumber energi listrik utama rumahan, kebanyakan digunakan untuk :
- Supply kebutuhan air (di daerah yang mengandalkan air tanah tetapi tidak ada sumber listrik)
- Saran penjernihan air
- Rumah peribadatan
- Sarana kesehatan
- Rambu lalu lintas
- Sarana pendidikan
- dll
Jadi, untuk saat ini sepertinya berbagai jenis energi terbarukan masih belum dapat menggantikan sumber energi fosil (minyak bumi dan batubara) sebagai sumber utama energi kita (listrik). *gak tau deh dengan Blue Energy yang konon menggemparkan itu..*.
Solusi lain ?
Ehhmm… melanjutkan proyek PLTN Semenanjung Muria ? π
(konon kabarnya, ketua GreenPeace pun sudah setuju dengan PLTN)
Tenaga surya itu emang teknologinya (katanya) rada susah ya to. Saya ga ambil mata kuliah itu sih, soalnya pilihan. Hehehe… Btw, kalo PLTN itu memang menjanjikan ya, tapi kok saya kepikiran, gimana dengan kondisi geografis indonesia yang rawan gempa itu, apa gak bahaya buat storage nya? Sampah nuklirnya juga mau dikemanain?
PLTN, justru saya ntar ragu dengan kedisiplinan karyawan PLTN yang notabene adalah orang Indonesia.
salam bung okto…saya juga alumni fistek2000….
numpang kasih comment…^_^
Memang energi fossil belum tergantikan untuk beberapa tahun kedepan…Akan tetapi akan lebih bijak jika energi terbarukan sudah mulai mendapat tempat…setidaknya diimplementasikan secara bertahap, saya sih mendambakan porsi suplai listrik dari energi terbarukan tuh 20%…hahaha…untuk saat ini mungkin implementasi energi terbarukan cocok untuk daerah terpencil…
Cheers
wah, okto emang bener-bener seneng cari-cari berita ya.
Nuklir juga bagus, effisien tapi untuk indonesia sekarang masih belum memungkinkan. Memang sih banyak ahli nuklir yang ada diIndonesia, dan dikampusnya Om Okto juga gudangnya ahli nuklir, tapi yang belum siap adalah mental kontraktor indonesia. Bisa jadi reaktor yang seharusnya tebal 2m, bisa sedikit dikorupsi menjadi 1,5m. Dan Boom….. Meledak ketika di Terjang sama pesawat.
Kenapa saya anjurkan untuk panel surya, minimal tiap rumah bisa memenuhi konsumsi listriknya sendiri. Saya pernah lihat di acara televisi (tapi lupa masalah petualangan gitu deh) disebuah pulau rumahnya mempunyai panel surya untuk kebutuhan listrik dirumahnya. mudah-mudahan saja kondisi tersebut bisa diadaptasi di Pulau jawa yang sudah sesak dan sebentar lagi tenggelam.
Kata terakhir, Bijaklah menggunakan BBM.
@christin : aha.., panjang ceritanya Tin. Saya pernah meneliti sedikit tentang ini (saya ngambil kasus PLTN di Indonesia untuk salah satu tugas kuliah). Untuk kondisi geografis ya memang di Muria itu saat ini yang paling pas (secara teknologi), tetapi beda jika secara politis.. π (sayangnya gak bisa saya ceritakan disini Tin.. ). Penelitian untuk pemilihan Semananjung Muria itu juga tidak main – main, sudah dilakukan dari tahun 1979 dengan berbagai pertimbangan. Untuk limbah, seingat saya dikembalikan ke negara pengolah limbah radioaktif.
Selain itu, radiasi dari limbah PLTN itu juga sangat kecil. Lebih kecil daripada radiasi radioaktif yang sudah ada di alam.
@adham soemantrie : ehm.. ya memang, hal ini juga yang bikin saya cukup ragu – ragu dengan PLTN di Indonesia.
@bowo : Hai Mas Bowo.. Ya.. saya setuju dengan pendapat Mas. *pernah ngambil kuliah Enter, Konservasi sama Kebijakan Energi juga yah.. He..he
@Sambalewa : He..he.. Soalnya tulisan om Sambalewa menarik tuh.. Senang ada blogger yang tertarik dengan masalah krisis energi di Indonesia.
Untuk “mental kontraktor” itu saya juga cukup pesimis.. sama seperti anda.
Mas kok kalo tenaga surya kenapa harus refer ke photovoltaic terus, kan masih banyak alternatif untuk mempergunakannya. Contoh nya solar termal, bisa dilihat di http://en.wikipedia.org/wiki/Solar_thermal_energy
Di amerika dan australia ada beberapa proyek solar termal besar yang direncanaain menghasilkan ratusan MW, dan diharepin bisa mengcover beberapa belas persen kebutuhan energinya. Memang baru beberapa belas, tapi kalo jumlahnya diperbanyak dan desainnya diperbaiki, pasti meningkat seiring waktu.
@depok : Bukannya poin no 2, 3, 4, 5. itu cukup menjelaskan? Masih ditambah dengan besarnya areal yang diperlukan untuk meletakkan panel surya tersebut.
emang energi alternatif itu ga bisa menggantikan fossil fuel sebagai energi primer. Untuk daerah terpencil mungkin bisa karena kebutuhannya sedikit.
Kalo saya sih setuju dengan PLTN. Sepertinya itu satu2nya opsi yang paling masuk akal, bisa mengenerate kebutuhan energi yang besar. Dengan banyak catatan tentunya : safety di tempat kerja, safety proses, SOP yang ketat, karyawan yg disiplin, masalah limbah.
btw, saya dapat keycode nanas, hehehe
Kelihatannya energi surya memang sangat menggiurkan, sebab kan masih gratis (belum ada undang-undang yang mengatur pemakaian energi surya) Namun untuk menghasilkan listrik dari energi surya membutuhkan peralatan dengan biaya yang sangat mahal, kurang lebih US$ 10 tiap 1 watt (mahal sekali !!) Alatnya aja terdiri dari :
1. Sel surya
2. Regulator
3. Battery (aki)
4. inverter (perubah tegangan dc ke ac seumpama kita nikmati seperti hasil listrik PLN)
Nah dari ke 4 alat tersebut sepertinya ada 2 yang harus benar-benar diperhatikan.
“Sel surya” sudah barang tentu efisiensinya akan turun karena berjalannya waktu, sehingga akan membutuhkan perawatan atau penggantian. Ingat ketika saya mempunyai kalkulator dengan solar cell, setelah setahun saya pakai udah susah untuk beroperasi di dalam ruangan (tidak seperti waktu masih baru)
“Battery” juga sudah tentu efisiensinya akan turun atau terjadi penurunan kapasitasnya karena umur dan tau-tau langsung gak bisa dipakai alias harus diganti. Ingat ketika saya mempunyai emergency lamp ketika masih baru bisa menyala 8 jam, tetapi setelah setahun pakai cuma bisa nyala tidak lebih dari 1 jam walaupun sudah dicharge penuh.
Jadi dari 2 hal diatas yang ingin saya tanyakan berapa biaya perawatan listrik energi surya ini setiap tahunnya, jangan-jangan melebihi biaya pemakaian harga listrik PLN, sekalipun katanya listrik energi surya kan gratis.
Terus apakah cocok untuk rakyat Indonesia yang kondisinya saat ini lagi susah untuk beli kebutuhan bahan pokok. Jangan cuma bisa beli alat listrik tenaga surya setahun kemudian udah jadi besi tua alias udah gak bisa menghasilkan listrik.
Wah…to? itu postinganmu gak menjadi bumerang?
secara komentar yang masuk bertubi-tubi seputar teknis nuklir, tenaga surya, dll ?
Hayo…kepada pembaca, om Okto ini pinter banget tentang teknis tenaga surya dan beliau memiliki kans besar menjadi konsultan tenaga surya! IP beliau juga tinggi kok, sekitar 3,6 ( Cum laude ) * boong dikit mode = on.
silakan beri pertanyaan seputar nuklir dan tenaga surya ke om okto saja.. pasti nanti dijawab!
NB: modar kowe….kapan CodeIgnitermu mlaku..mlaku..hihihi..
mas okto mang makin jago…
dah bisa ngulas sikik2, nyampur aduk jadi rujak masalah energi…
nganu…
keren tu ide dari mas sambalewa kalo tiap rumah ada panel suryanya!!! panel suryanya pasti segedhe rumahnya… lebih gedhe kalli ya. tapi nggak tau deng kalo ada produk baru yg lbih ok.
ttg mental kontraktor aku jg setuju tu… lebih gak yakin lagi waktu yg dibangun ko KSNP, ko’ milih yg paling murah y. ato bisa ditulis mahal ma oknum2 xxxxxxx trus sisanya bisa dipake bikin rujak kaya mas okto.
ko’ duku y dapetnya
Indonesia merupakan negara kelautan…energi air bisa menjadi solusi untuk diversifikasi energi, biasa disebut dengan OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion). Lebih aman dan murah.
Aman karena resikonya lebih kecil di banding energi nuklir walaupun banyak negara dengan resiko gempa bumi yang besar seperti Jepang menggunakan reaktor sebagai sumber energi. Tapi SDM kita dengan Jepang tidak sama.
Murah, karena instalasinya tidaklah semahal PLTN.
di belanda… nggak cuman di darat pasang kincir angin, di lautpun dipasangi kincir angin;)
info bagus.
Hoho… seru men…
Mas Okto berlebihan nih… muji tenaga surya. Sampai jaman edan pun gak mungkin kayaknya efisiensi surya mencapai 40%. Efisiensi surya saat ini paling besar hanya mencapai 17%. Penelitian ITB bahkan lebih rendah yaitu sekitar 11%. Lebih detail bisa ikut kuliah Surya di hari senin jam setengah 8 di TN 4 hehe…
Untuk tenaga angin, kayaknya kebanyakan teman2 disini harus ikut kuliah angin di TF UGM. Kendalanya amat sangat banyak bung !! Mungkin angin termasuk yang paling susah diterapkan di Indonesia dibandingkan yang lain.
Bung Okto semangat!!!
ooh ini okto silaban metro TV itu ya?!! xixiii..
hallloooooo, Om :p
setahu saya badan atom internasional memonitor berapa pasokan bahan2 nuklir yang digunakan dan limbahnya gak asal dibuang,emang sampah di jakarta asal buang, kalo gak percaya tanya aja orang BATAN.
Untuk tenaga surya syukur di pedesaan dah digunakan,tapi sebenarnya masalah umumnya adalah bukan biayanya yang gede coi tapi apakah warga desa dah siap secara mental menerima teknologi baru di desanya, karena udah selesai dibangun kemudian maintenance di serahkan ama warga desa, eh beberapa waktu kemudian komponen solar cell dah ada di pasar loak,ato mungkin ntar kita lihat di panelnya ada tulisan “QRZH”.
jadi kayaknya orang sosial juga harus ikut membantu menyelesaikan masalah ini,karena kalo semuanya dicover orang teknik wah gak tahu deh…
untuk OTEC munkin enaknya pake tenaga ombak,kan di Indonesia ombaknya lumayan tinggi atau ada teknologi yang lain yang berhubungan dengan kelautan,kan Indonesia termasuk negara kelautan…
tol gw nge-link ke blog mu ya….
http://irfannugraha.wordpress.com
kasih kritik n saran yo
carane ngasih gambar ke blog piye????
Bip…….. Mode Yodi On………..-> mode posting
Saat membaca tulisan diatas, saya tergelitik untuk memberikan beberapa data tambahan yang mungkin mengkalsifikasikan sel surya dibandingkan energi lainnya.
Dari jauh, kita telah tahu bahwa generasi listrik memakai sel surya memang mahal, tetapi dikarenakan sel surya tidak menimbulkan polusi apapun selama proses operasinya, maka Sel Surya favorable………
Masalah effisiensi, saat ini Generasi pertama sel surya, paling tinggi effisiensi sel surya adalah 24.7 % buatan UNSW, yaitu PERL (Brendel, 2003) dan untuk generasi kedua Thin Film, paling sampai 14%~15 % (M.A. Green, 2003), tetapi take easy…….. Sebentar lagi muncul generasi ketiga yaitu tandem sel (bisa dibilang kue lapisnya sel surya), yaitu memakai beberapa gap energi untuk menanggap cahaya matahari. Tetapi, untuk generasi ketiga, produksi sel surya ini masih skala lab, kabar-kabarnya effisiensinya dapat mencapai 60 %.*
Saat ini, Harga listrik Generasi pertama berkisar $ 3.5/ Watt, untuk generasi kedua berkisar $3.5 / watt – $ 0.5 / watt. Dan, hebatnya generasi ketiga nantinya akan berkisar $0.15/ watt – $ 0.5/ watt. Kita tunggu saja, generasi ketiga
Mengapa cell surya mahal?
Salah satu alasannya adalah penggunaan silicon murni. Mungkin benar, bumi memiliki kandungan silicon cukup banyak, tetapi semuanya dalam bentuk silikat SiO2. Untuk industri semikonduktor dan photovoltaics, kita perlu memurnikannya. Pemurnian inilah yang memakan banyak uang, sekitar 40 – 60 % dari biaya total photovoltaics.
Terdapat banyak usaha untuk mengurangi biaya dengan mengurangi jumlah Si, dari ide itulah muncul Thin Film Solar Cells, generasi kedua (Ide ini muncul sekitar dekade 80 an). Namun dengan pengurangan ini, daya absorbsi sel surya terhadap cahaya matahari menjadi kecil, untuk itulah dibuat beberapa Gap penyerap Energi -> atau kita sebut tandem Cells.
Selain dengan adanya pengurangan penggunaan Silicon, dicari alternatif lain, yaitu CdTe, GaAs, dll. Namun beberapa material mengandung Toxin yang berbahaya, tetapi toxin ini hanya menyebar pada saat pembuatan, tidak saat operasi. Sehingga perlu dikaji ulang proses pembuatan dan pengolahannya.
Sel surya adalah sumber energi masa depan…
Perlu anda sekalian ketahui, Department Energi Amerika telah membuat Gran Plan Energi Amerika yang berisi
Pemanfaatan Energi Surya di Amerika akan meningkat secara drastis dalam 50 tahun terakhir. pada 2050, Amerika merencanakan yaitu energi surya akan kontribusi 69 % dari energi total amerika, dan 90 % electricity.
*Note:= Semua data effisiensi diatas merupakan effisiensi cell surya………
Biography
Green, M.A. 2003. Third Generation Photovoltaics. Netherlands = Springer
Brendel, Rolf. 2003. THin-Film Crystalline Silicon Solar Cells. German = Wiley VCH
Lex, kok mode yodi = on ? berarti kamu harus beli franchise dari aku lho. $1 untuk tiap satu postingan π
maksudnya beli frachise…………. oh tapi paling menanggapi pernyataan diatas….. -> IP 3.6 (mode bohong on)
Mas Oktooooooooooo……. tanya dong……..
Secara gitu lho, menurutmu metode apa yang paling baik untuk membuat silicon….. khan banyak metode, aku bingung milih eh……..
Diblender ala prancis, direbus ala german, dikukus ala holand, digoreng ala Indonesia
Please ………….. (mata berbinar-binar)
Yodi -> Francis mu itu membuat gak ada yang posting/comment lagi dibawahku, (mungkin gara2 takut ya)…………. gak laku dijual eeeeee…………
Energi alternatif tetap harus digunakan, misalkan untuk lampu2 jalan pakai surya, memang mahal karena panelnya masih impor , mbok iyao pemerintah membuat sendiri pabrik panel surya dan bagaimana supaya murah harganya. (di subsidi). Energi nuklir, juga perlu dibangun, bahaya gempa? Ternyata gempa jogya tidak membuat reaktor babarsari bocor, tenang2 saja.Saya pernah ikut rapat BAPETEN untuk masalah dampak gempa terhadap reaktor, ternyata kita mengikuti standar IAEA dan negara maju lainnya.
Kenapa masih suka energi batubara, karena prospek untuk di-makelar-i, jadi makelarnya banyak sekali. Misal harga jual ke RRC $ 24.00 per ton, harga di lapangan cuma berkisar $ 9.00 per ton, makelarnya itu, termasuk para pejabat misal dapat $1.00 per ton saja sudah ber-juta2 dolar, jadi tinggal dietung sendiri.
Indonesia ini miskin karena korupsi, bukan karena ketakutan atau bahaya teknologi…. Mahal dan murah itu tergantung isi dompet, bukan tergantung harga yang dicantumkan.
Saya tertarik dengan tulisan anda mengenai Studi Tenaga Surya, menurut saya tenaga surya merupakan studi yang sangat
menarik juga banyak hal yang bisa dipelajari di tata surya.
Saya juga mempunyai tulisan yang sejenis mengenai studi tenaga surya
yang bisa anda kunjungi di Tenaga Surya